MUI Akan Undang Tiga Bakal Capres di Puncak Perayaan Milad
Berita Baru, Jakarta – Perayaan Milad ke-48 Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan diselenggarakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur pada malam Rabu (26/7/2023) malam ini.
Dalam momen spesial ini, MUI mengusung tema ‘Memperkokoh Persatuan dalam Bingkai Keberagaman Menuju Indonesia yang Lebih Sejahtera dan Bermartabat’.
Lukmanul Hakim, Ketua Panitia Milad ke-48 MUI, menjelaskan bahwa tema Milad tahun ini bertujuan untuk mendorong umat Islam agar menjaga persatuan, menghargai keberagaman, dan berupaya mencapai kesejahteraan serta martabat yang lebih tinggi. MUI, menurutnya, memainkan peran penting dalam memberikan bimbingan dan arahan, terutama kepada umat Islam di Indonesia.
“Perayaan Milad ke-48 MUI ini menjadi momen yang tepat untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,” ucap Lukmanul dalam keterangannya.
Pada konferensi pers, Lukmanul menyatakan bahwa panitia telah mengundang Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin untuk hadir dalam puncak acara Tasyakuran Milad ke-48 MUI.
Lukmanul juga mengungkapkan bahwa panitia telah mengirimkan undangan kepada para bakal calon presiden yang akan bertarung dalam Pilpres 2024. Walaupun begitu, ia belum mengetahui secara pasti siapa saja calon presiden yang akan berpartisipasi dalam acara ini.
Meskipun mengundang semua bakal calon presiden, Lukman memastikan bahwa MUI tetap netral dalam Pemilu 2024. Oleh karena itu, undangan tersebut dikirimkan kepada seluruh bakal calon presiden yang akan berkompetisi.
“Kita mengundang semua (bakal calon presiden) kita tidak tahu berapa yang akan hadir, yang pasti undangan sudah kita kirimkan,” jelas Lukman.
Selama perayaan Milad ini, MUI akan membacakan Deklarasi Kebangsaan (al-mitsaq al-wathani) bersama-sama sebagai simbol komitmen MUI dalam menjaga persatuan, kerukunan, dan keberagaman bangsa sebagai landasan utama dalam negara.
Cholil Nafis, Ketua MUI Bidang Dakwah, menegaskan bahwa MUI telah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara dengan keputusan yang final. Selain itu, MUI juga aktif dalam menjaga kerukunan umat secara kelembagaan melalui berbagai kegiatan.
Upaya tersebut terlihat dari pembentukan komisi khusus untuk memelihara kerukunan antarumat beragama, komisi untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, serta sejumlah kegiatan literasi dan sosialisasi kerukunan.
“Sebenarnya, toleransi itu diajarkan dan dipupuk dalam ajaran Islam. Bahwa kita menghormati dan tidak menghina keyakinan agama lain,” tegas Cholil.
Sejak berdiri, MUI telah menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) yang memberdayakan ulama, zu’ama, dan cendekiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina, dan melindungi kaum muslimin.
MUI didirikan pada 7 Rajab 1395 Hijriah atau 26 Juli 1975 di Jakarta. Lahir dari musyawarah ulama, zu’ama, dan cendekiawan yang mewakili 26 provinsi pada saat itu.
Terdiri dari 26 ulama, anggota MUI terdiri dari 10 unsur ormas Islam tingkat pusat seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al Washliyah, Math’laul Anwar, Gabungan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam (GUPPI), Perguruan Tinggi Da’wah Islam (PTDI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), serta Al Ittihadiyyah. Selain itu, ada empat ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan Polri; serta 13 tokoh atau cendekiawan perorangan.
MUI memiliki empat tujuan utama sejak didirikan. Pertama, memberikan bimbingan dan arahan kepada umat Islam di Indonesia untuk mencapai kehidupan beragama dan berkomunitas yang baik.
Kedua, memberikan nasihat dan fatwa tentang masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan masyarakat serta meningkatkan kegiatan untuk mencapai ukhuwah Islamiyah dan kerukunan antarumat beragama.
Ketiga, menjadi penghubung antara ulama dan pemerintah, serta menjadi penerjemah dua arah antara umat dan pemerintah untuk mendukung pembangunan nasional. Terakhir, meningkatkan hubungan dan kerja sama antar organisasi dan lembaga Islam.