Mikroplastik Mengancam Kelestarian Sungai Brantas
Permasalahan sampah menjadi pokok pembahasan yang sedang diperbincangkan sampai tingkat internasional. Pasalnya sampah mempunyai ancaman yang serius bagi lingkungan hidup beserta organisme di dalamnya. Salah satu jenis sampah yang mempunyai dampak negatif pada lingkungan adalah sampah plastik. Bahkan sekarang Indonesia sedang mengalami krisis polusi plastik yang sangat memprihatinkan.
Hal tersebut dibuktikan dengan data dari World Economic Forum (2020), bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 6,8 juta ton sampah plastik per tahun. Aliran sampah plastik ke perairan nasional di proyeksikan meningkat sampai 30% antara tahun 2017 dan 2025 sehingga dari 620.000 per tahun menjadi sekitar 780.000 ton per tahun jika tidak diatasi dengan baik.
Penggunaan plastik sekali pakai yang tidak bijak sangat merugikan lingkungan hidup dan organisme di dalamnya. Hal tersebut dijelaskan oleh Karuniastuti dalam jurnal bahaya plastik, menjelaskan bahwa bahan plastik sulit terurai di lingkungan atau bersifat non-biodegradable. Sebagian orang beranggapan bahwa membuang sampah plastik ke perairan serta membakarnya adalah solusi untuk menghilangkan jejak sampah plastik.
Tindakan tersebut bukan solusi yang tepat karena nantinya akan menimbulkan permasalahan baru yaitu akan menghasilkan gas yang akan mencemari udara dan membahayakan pernafasan manusia. Aktivitas menimbun sampah di tanah adalah tindakan yang tidak baik karena akan mencemari tanah dan air tanah. Selain itu, membuang sampah ke perairan khususnya sungai juga sangat tidak baik karena akan mencemari perairan dan mengganggu kehidupan organisme di dalamnya.
Sungai brantas adalah sungai terpanjang kedua di Jawa Timur setelah sungai bengawan solo. Sungai brantas melintasi beberapa kota meliputi Malang, Surabaya, Gresik, Mojokerto, Jombang, Tulungagung, Sidoarjo, dan Kediri. Keadaan sungai brantas saat ini saat memprihatinkan, karena banyak timbunan sampah yang ada di badan sungai dan bantaran sungai.
Komunitas Environmental Green Society tahun 2020 meneliti dan memperoleh data timbunan sampah di bantaran sungai brantas didominasi oleh sampah plastik. Salah satu titik yang sangat memprihatinkan adalah di Sungai Brantas Muharto Kecamatan Kedungkandang. Timbunan sampah tersebut memicu adanya pencemaran mikroplastik di sungai brantas, yang mana daerah Malang adalah daerah hulu sungai brantas.
Pencemaran mikroplastik menjadi isu global saat ini. Mikroplastik merupakan jenis sampah plastik yang berukuran lebih kecil dari 5 mm dan dikelompokkan menjadi 2 jenis yaitu primer dan sekunder. Mikroplastik primer adalah hasil produksi plastik yang dibuat dalam bentuk mikro seperti microbeads/ scrub sedangkan mikroplastik sekunder adalah dari pecahan, bagian atau hasil fragmentasi dari plastik yang lebih besar. Terdapat beberapa bentuk mikroplastik, meliputi fragmen, filamen, fiber, dan granul (Zhang, dkk, 2017).
Mikroplastik berpotensi dapat mengontaminasi perairan sungai dan biota di dalamnya, bahkan dapat masuk di jaring-jaring makanan sehingga manusia yang memakan biota sungai yaitu ikan dan udang juga ikut terkontaminasi mikroplastik. Mikroplastik sangatlah bahaya bagi organisme, menurut Mei, dkk, 2020; mikroplastik mempunyai rantai senyawa kimia terbuka sehingga dapat dengan mudah mengikat senyawa-senyawa lain bahkan senyawa berbahaya lainnya. Selain itu bahan dari mikroplastik sendiri juga sangat berbahaya. Reimonn 2019 juga mengatakan bahwa mikroplastik mengandung phthlates (sebagai pelentur plastik) dan styrene, yang keberadaannya akan mengganggu sistem endokrin (hormon) dalam tubuh hewan dan manusia.
Selain itu, Campanale, dkk, 2020 juga menyebutkan bahwa mikroplastik akan mengganggu sistem saraf otak, respirasi dan pencernaan hewan dan manusia. Data penelitian komunitas Environemental Green Society juga menyebutkan bahwa selain ditemukan mikroplastik pada sampel air juga ditemukan mikroplastik pada biota sungai yaitu udang famili Atyidae Palaemonidae dan ikan mujair, badar merah serta nilem. Jenis mikroplastik yang banyak di temukan pada ikan dan udang adalah jenis fiber yaitu dari rontokan serat sintetis dan helaian plastik.
Pencemaran mikroplastik tersebut dapat diatasi dari sumbernya, dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, penggunaan kain sintetis dan microbeads oleh setiap orang. Kemudian perlunya penegakkan hukum oleh pemerintahan dengan adanya peraturan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai. Komunitas Environmental Green Society juga menerapkan solusi “BTS (Brantas Tanpa Sampah)” melalui “Pikul Bareng” yaitu pilah sampah, kurangi plastik sekali pakai, layani angkutan dan fasilitas pengangkutan sampah, batasi sampah plastik dengan Peraturan Daerah Larangan Plastik Sekali Pakai, anggaran memadai untuk edukasi dan sarana pengelolaan sampah, dan rekayasa desain kemasan ramah lingkungan.
Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Biologi UIN Malang