Migrasi Magma Makin Dekati Puncak Gunung Merapi
Berita Baru, Jakarta – Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta melaporkan terjadi pemendekan deformasi atau perubahan bentuk yang terjadi pada Gunung Merapi saat ini terus berlanjut cukup signifikan.
Hal itu diketahui berdasarkan data Electronic Distance Measurements (EDM), khususnya sejak status Merapi naik dari waspada menjadi siaga per 5 November 2020 lalu.
“Terjadi pemendekan baseline (kurva data) EDM di Gunung Merapi secara kontinyu,” ujar Penyelidik Bumi BPPTKG Yogyakarta Nurnaning Aisyiah dalam keterangan resminya, Rabu (2/12.
BPPTKG menilai pemendekan jarak EDM ini menjadi informasi yang sangat penting bersama data lain, seperti seismisitas dan kandungan gas yang dipakai untuk mengetahui aktivitas vulkanik di Merapi terkini.
Nurnaning menjelaskan dari pengukuran yang dilakukan BPPTKG saat ini, salah satunya melalui pemantauan dari Pos Babadan, pos yang ada di sisi barat daya Merapi, sejak bulan Juni lalu sudah mulai terjadi aktivitas pemendekan baseline EDM itu. Bahkan saat memasuki bulan Oktober, mulai tertangkap terjadinya percepatan pemendekan baseline EDM itu hingga sebesar 4.65 m.
“Sejak Oktober itu percepatan pemendekan baseline EDM Merapi itu mulai terjadi dan konstan lajunya (sekitar 4.65 m) hingga saat ini,” ujar Nurnaning.
Nurnaning menyebutkan adanya percepatan pemendekan jarak EDM yang terpantau dari Pos Babadan tersebut menjadi indikasi adanya migrasi magma Merapi dari sumber relatif lebih dalam yang sedang menuju permukaan.
Untuk mengetahui asal sumber tekanan magma itu berada dan arah keluarnya, BPPTKG melakukan pemodelan yang mendasarkan pada besaran percepatan pemendekan EDM yang dibagi per periode waktunya.
Dari pembagian menjadi enam periode itu, diketahui dari periode I-III (Juni-Oktober) lokasi sumber tekanan masih dari 5,9 kilometer di bawah puncak Merapi. Namun, pada periode IV-VI (Oktober-November) sumber tekanan yang diduga dari pergerakan magma itu sudah bergeser cepat hingga hanya 1,3 kilometer di bawah puncak gunung.
“Jadi benar dugaan kami telah terjadi migrasi magma, yang semula (Juni-Oktober) masih berjarak 5,9 km dari puncak, namun November ini jadi lebih dangkal,” ujarnya.
Tak hanya dari Pos Pantau Babadan saja, BPPTKG pun mengumpulkan data dari pos pantau sisi lainnya dari Merapi. Misalnya, hasil pemantauan dari Pos Jrakah yang ada di sisi utara Gunung Merapi, juga terpantau pemendekan baseline EDM. Namun, laju pemendekannya tak seintens yang terpantau dari Pos Babadan atau hanya sekitar 0.08 m.
Lalu dari pemantauan dari Pos Selo atau timur laut Gunung Merapi, pemendekan baseline EDM lebih kecil skalanya dibanding Pos Babadan dan Jrakah yakni sebesar 0.25 m.
Pemendekan baseline EDM paling kecil terpantau dari pos Mriyan, yakni sebesar 0.06 m. “Dari pemendekan baseline dari tiap pos itu diketahui bahwa di Merapi saat ini sudah terjadi inflasi, sumber tekanan yang memicu pemendekan jarak tunjam (EDM),” jelasnya.
Nurnaning menuturkan dalam pemantauan aktivitas vulkanik Gunung Merapi digunakan berbagai macam metode dan peralatan. Tak hanya dari EDM yang dipakai sebagai metode pemantauan deformasi untuk mengetahui perubahan bentuk tubuh gunung api akibat aktivitas magma, tapi juga menggunakan tiltmeter dan GPS (Global Positioning System).