Meski dalam Tekanan, Johnson Tidak akan Berhemat dalam Memulihkan Ekonomi Inggris
Berita Baru, Internasional – Minggu ini, Perdana Menteri Boris Johnson berjanji akan mengeluarkan dana miliaran untuk menghidupkan kembali ekonomi Inggris dalam menghadapi krisis akibat pandemi virus korona.
Hal itu disampaikan Johnson dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Mail on Sunday, Minggu (28/6).
Johnson menegaskan bahwa ia tidak akan melakukan penghematan kontroversial seperti yang Partai Konservatif lakukan selama beberapa dekade terakhir.
“Kami sama sekali tidak akan kembali melakukan penghematan seperti 10 tahun yang lalu,” ujar Johnson.
“Ini merupakan kejutan besar bagi negara, tetapi kami akan bangkit kembali dengan baik,” imbuhnya.
Rencananya, Johnson akan menguraikan detil pembelanjaan pada hari Selasa (30/6). Rencana ini ia juluki dengan ‘proyek cepat’, dengan janji akan membangun jalan baru, sekolah dan rumah sakit untuk menghidupkan kembali ekonomi Inggris yang sedang lesu.
Sementara itu, Kanselir (Menteri Keuangan) Rishi Sunak juga diperkirakan akan membuat pernyataan ekonomi tentang rencana pengeluaran awal bulan depan.
Ekonomi Inggris berada di bawah tekanan parah karena pandemi global. Jumlah penganggur mencapai hampir tiga juta.
Angka itu diperkirakan akan meningkat lebih lanjut, sementara ekonomi mengalami kontraksi pada 20 April ketika negara itu menerapkan aturan lockdown akibat pandemi virus korona.
Menurut The Observer, jika perekonomian Inggris tidak dibantu, oposisi utama Partai Buruh mengatakan angka pengangguran bisa melampaui angka pengangguran di masa perdana menteri Margaret Thatcher pada tahun 1980-an, yaitu di angka 3,3 juta.
Pada gilirannya, Menteri Dalam Negeri Priti Patel mengatakan bahwa pemerintah akan fokus pada pemulihan infrastruktur.
“Kami sedang membangun jalan menuju pemulihan, sebuah peta jalan yang berfokus pada infrastruktur … berfokus pada jalan, jaringan sinyal, hal-hal lain yang secara efektif membantu menciptakan lapangan kerja tetapi juga menyediakan layanan, dan pertumbuhan,” kata Patel dalam wawancara dengan Sky News.
Pada hari Minggu (28/6), Departemen Kehakiman juga mengumumkan rencana untuk membangun empat penjara baru selama enam tahun ke depan.
Situasi pandemi global membuat Inggris dalam pemerintahan Johnsons berada dalam tekanan yang besar, terutama setelah muncul berbagai kritikan tentang bagaimana cara pemerintah menghadapi krisis dan memulihkan ekonomi.
Inggris telah menjadi salah satu negara yang paling terkena dampak pandemi virus korona. Dalam jumlah angka kematian, Inggris merupakan yang terburuk di Eropa, yaitu 43.000 kematian. Bahkan Johnson sendiri pernah terkonfirmasi positif dan terpaksa dirawat di rumah sakit.
Ditambah lagi, Inggris kini sedang berjuang dalam negosiasi kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa sebelum akhir tahun. Negosiasi itu sendiri dikhawatirkan akan gagal dan tidak menghasilkan kesepakatan. Meski demikian, Johnson menegaskan bahkan Inggris tidak akan memperpanjang batas waktu negosiasi.
Pada 4 Juli, Inggris mulai kembali membuka perekonomian dengan membuka kembali bisnis seperti restoran, pub, bioskop, museum, dan sebagainya yang sejak Maret lalu ditutup karena karantina wilayah. Tetapi, jumlah kasus dan angka kematian akibat virus korona di Inggris masih tinggi.
Hal itu membuat dukungan untuk Johnson runtuh dalam beberapa minggu terakhir. Sebuah jajak pendapat dari The Observer menunjukkan bahwa pemimpin Partai Buruh Keir Starmer lebih disukai sebagai Perdana Menteri Inggris dibanding Johnson. Starmer menerima 37 persen dukungan, dan Johnson 35 persen.