Membaca Partisipasi Politik Anak Muda Indonesia
Berita Baru, Jakarta – Derektur Eksekutif The Strategic Research and Consulting (TSRC) Indonesia, Yayan Hidayat mengatakan bahwa satu perempat penduduk Indonesia adalah pemuda, dari total 270,20 juta jiwa berdasar data BPS per 2021. Meskipun dibagi dengan beberapa klasifikasi. 26% generasi milenial. 28% adalah generasi Z. 22% nya generasi X.
“Kalau kita lihat dari data BPS, jumlah anak muda mencapai separuh lebih dari populasi warga Indonesia, yaitu 53,21%,” ungkap Yayan Hidayat, saat menjadi pembicara di forum Milenial Talk yang diselenggarakan oleh Beritabaru.co dengan tajuk “Menakar Masa Depan Politik Pemuda Indonesia” pada Senin (14/6) malam.
Besarnya jumlah populasi tersebut, arus pemuda dalam percaturan politik Indonesia memiliki peranan yang sangat penting. Yaya mengatakan, justru dari berbagai literatur yang dikumpulkan menunjukkan kenyataan sebaiknya, tingkat partisipasi pemuda diberbagai sektor, terutama poitik, berada di skor terendah.
“Dari penelitian itu timbul pertanyaan mendasar, dari saya pribadi sebagai refleksi. Apakah memang ada perbedaan nyata antara perilaku partisipasi politik anak muda dengan usia lainnya? Atau jangan-jangan karena pendekatan yang terlalu generik sehingga tidak bisa membaca konteks dan dinamika partisipasi politik anak muda?,” ujarnya.
Yayan juga mempertanyakan faktor apa saja yang menyebabkan perilaku yang berbeda antara usia yang dianggap tua dan uda. Selain itu, dirinya juga meragukan, apakah memang benar anak-anak muda tidak ikut terlibat secara politik.
“Tentu kita tidak bisa kemudian memberi kesimpulan secara umum bahwa partisipasi politik anak muda itu rendah. Karena seringkali yang menjadi tolak ukur tidak kontekstual atau tidak relevan. Tidak bisa kemudian kita memiliki kesimpulan dengan satu asas tunggal, partisipasi pemuda dalam politik sangat dinamis,” terang Yayan.
Dalam kesempatan itu Yayan membuktikan dengan adanya tuduhan yang sering menganggap anak muda apolitis. Menurutnya tuduhan tersebut tidak sesederhana itu, sebab anak muda punya persepsi atau cara yang berbeda generasi sebelumnya dalam mengekspresikan partisipasinya dalam keyakinan berpolitik.
“Pemuda tidak melulu harus ikut dalam arus demonstrasi atau negosiasi politik untuk dikata berpartisipasi, sebagaimana standar umum yang seringkali jadi tolak ukur,’ tuturnya.
Namun, lanjutnya, pemuda juga bisa menggunakan instrumen media sosial dan media kreatif lain untuk menyampaikan aspirasi politiknya. “Artinya ada perubahan terkait dengan instrumen partisipasi hari ini. Itu juga harus menjadi dasar untuk membaca lebih jauh partisipasi pemuda dalam konteks kontemporer,” jelas Yayan.