Melipat Kenangan | Puisi M. R. Rafiqi
Melipat Kenangan
(Puisi, M. R. Rafiqi)
Sajak Kecil untuk Auliya
1\
aku embun pagi,
menyelimuti kacamatamu
dari terik juga brisik prasangka liar di kepala
atau menjadi semacam hal kecil di bantal
agar nyenyakmu tanggal
namun kau harus tahu mengapa kantuk lahir
Bukan karena pendar gigil, cercau malam,
juga percakapan kental sebelum ajal.
2\
juga matamu,
yang temaram lampu
gusar juga cemas yang meliuk-liuk lepas
namun kau harus tahu bagaimana alaram berdering
menjadi bunga di pemetang tidur,
tanpa mekar atau mimpi yang ranum
Bukan karna liur atau suara dengkur,
Bukan.
Jogja, 2019
Melipat Kenangan
—A . firdausi
Apel Batu yang ranum menyimpan dingin asing
di kursi stasiun panjang pada suatu perjalanan
Sampai di Singosari sepasang lengan bersentuhan
tapi, kita hanya arca bagi epos Dedes dan Arok;
cinta yang sesak dan tatap bisu
Dingin kota tak tertulis
hanya lekat di kening
Melipat ingatan lama dalam satu kedipan mata,
bagi kita cukuplah sudah.
Jogja, 2019
Jalan Kawi
ada Jogja di kota ini,
remang angkringan juga kepul rindu di cawan
langkah kaki keramaian bak dawai
dan sunyi memetiknya perlahan
ada bisikmu,
menelunjuk ke sisa hujan di trotoar
ada semacam bunyi-bunyian di genangan
yang mengalunkan gendang
aku separuh gamang
kau sepenuh senang
langkah kaki bisu,
namun ada jejak Jogja
di jalan ini.
Jogja, 2019
Di Buku mana lagi?
aku membaca banyak kisah,
cerita-cerita singkat
atau penggal puisi sedih
lembar ke lembar habis ditelan dingin
juga bisu yang biru
bibirku mengucap kata yang nyaris
menyentuh masa silam
namun aku terkulai,
sekujur tubuhku raib
saat buku belum usai
Jepara, 2019
Prasangka
angin kemarau menembus dingin kotamu yang asing
kedai ke kedai, gigil dipanggil hujan ke pelataran
kota ramai,
lampu remang sepanjang jalan kawi menyilaukan
sepasang mata yang terkatup
bulir hujan bertengger di kacamata perempuan
saat rintik menjawab siul kodok di selokan
alangkah menyedihkan satu masa lebih mudah
menghancurkan beribu kesunyian dari pada satu prasangka
Jogja, 2019
kacamata
di remang waktu menuju gelap,
jam makan malam mengantarmu pulang
perut kosong berdenyit
serupa notifikasi namun sunyi
sendok, garpu, juga piring
membicarakan apa saja kecuali kita
di hadapa meja makan,
aku selalu penasaran
bagaimana rasanya jadi matamu
atau hal lucu agar terus di dekatmu
lalu kau sodorkan kacamata merah
yang membuatku nyaris merasakan segala
Jepara, 2019
M. R. Rafiqi, lahir di Sidoarjo, 30 Maret 1999. Supir Pantura sekaligus seles produk lokal, Menulis dan membaca puisi di sepanjang perjalanannya.