Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Masyarakat Mosolo Raya Tolak Sumbangan dan THR dari PT GKP

Masyarakat Mosolo Raya Tolak Sumbangan dan THR dari PT GKP



Berita Baru, Sulawesi Tenggara – Ratusan masyarakat di Mosolo Raya, Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara menggelar deklarasi penolakan tambang PT Gema Kreasi Perdana, pada Rabu, (27/4).

Masyarakat  yang tersebar di Desa Mosolo, Desa Sinar Masolo, dan Desa Sinaulu Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara itu juga menolak sumbangan dan THR dari PT Gema Kreasi Perdana, anak usaha Harita Group.

“Setelah lahan warga di Roko-Roko Raya diterobos paksa, warga penolak tambang  mendapat ancaman dan intimidasi, bahkan sebagiannya dilaporkan ke polisi, kini perusahaan hendak mempengaruhi warga Mosolo Raya dengan rencana menyumbang sembako dan THR,” ujar Suharno, Ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa Mosolo Raya, kepada Beritabaru.co, Jumat (29/4).

Menurut Suharno, sumbangan sembako dan THR itu tak sebanding dengan kerugian yang akan dialami masyarakat dan lingkungan. 

“Seluruh risiko itu jumlahnya jauh lebih besar dan dalam waktu yang lama, tidak sebanding dengan janji-janji kesejahteraan oleh perusahaan,” ujarnya. 

Sebagaimana diketahui, arga Mosolo Raya sejak awal menolak tambang, mengingat letak konsesi tambang PT GKP di lereng gunung Roko – Roko Raya, Nambo Jaya Raya, dan Mosolo Raya yang membawa ancaman besar bagi air, lahan pertanian dan perikanan warga.

“Sumber air yang kami gunakan untuk minum, mandi dan memasak dari mata air langsung. Ketika tambang masuk, maka, air akan tercemar. Saya sebagai ibu rumah tangga akan kesulitan mendapatkan air bersih,” tegas Wa Asna, Perempuan Petani dari Desa Sinaulu Jaya

Warga desa Sinar Masolo lainnya, La Tonda, mengatakan tujuan kami datang dari Buton Selatan ke Wawonii pada tahun 1955 adalah untuk menanam kelapa, cengkeh, jambu mete, dan pala, sehingga menetap di pulau Wawonii.

“Rencana operasi tambang PT GKP di atas kampung kami, berpotensi besar melenyapkan tanaman pertanian dan perkebunan, sumber perekonomian utama warga,” ujar La Tonda.

Sementara itu, organisasi Himpunan Pelajar Mahasiswa Mosolo Raya  (Hipmmosra) menilai, keberadaan tambang di pulau Wawonii, termasuk tambang PT GKP, cacat hukum. 

“Merujuk pada amanat UU No 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Wawonii sebagai pulau kecil tidak diprioritaskan untuk pertambangan,” tegas Suharno, Ketua Hipmmosra. 

Bahkan, Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Provinsi Sultra, tidak ada alokasi ruang untuk tambang di pulau kecil Wawonii. 

“Pemerintah cenderung memaksa, bahkan mengotak-atik rancangan RTRW Konawe Kepulauan yang sebelumnya tidak memuat alokasi ruang tambang kemudian memasukan ruang tambang,” ujar Suharno.

Suharno berpandangan, Rancangan RTRW yang sudah disahkan menjadi Perda RTRW Konawe Kepulauan No 2 Tahun 2021 itu sebagai tindakan penyelundupan hukum, untuk kemudian keberadaan perusahaan tambang memiliki legitimasi secara hukum. 

“Padahal, naskah akademik, kajian lingkungan hidup strategis, draft RTRW, hingga proses pembahasan dan pengesahannya tertutup, tak pernah melibatkan warga pulau Wawonii,” tegas Suharno.

Suharno mendesak pemerintah untuk segera mencabut izin tambang PT GKP, lakukan penegakan hukum atas seluruh tindak kejahatan lingkungan dan kemanusiaan perusahaan terhadap warga Wawonii. 

“Kami tuntut Menteri ESDM dan Menteri KKP untuk segera mengevaluasi operasi PT GKP, cabut izin tambang, dan proses hukum seluruh praktik kejahatannya atas lingkungan dan warga pulau Wawonii,” tutupnya.