Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Mantan Sniper Israel, Tuangkan Kenangan Tempur dalam Lukisan Tembak
Mantan Sniper Israel, Tuangkan Kenangan Tempur dalam Lukisan Tembak/ Doc. Reuters

Mantan Sniper Israel, Tuangkan Kenangan Tempur dalam Lukisan Tembak



Berita Baru, Inovasi – Mantan penembak jitu tentara Israel David Roytman mencoba menuangkan kenangannya selama di medan tempur dalam karya lukisan yang ia buat dengan cara yang unik.

Alih-alih melukis di dalam studio dan bersentuhan dengan kuas, ia justru menggunakan senjatanya sebagai alat untuk menghasilkan karya seni. Ia menggunakan pistolnya untuk menembak tas berisi cat, yang kemudian memercik ke kanvas papan kayu.

Dilansir dari Today Online, rupanya aksi yang dilakukan oleh David Roytman tersebut bukanlah yang pertama kalinya ia lakukan. Di negara asalnya Ukraina, ia juga kerap membuat lukisan dengan cara yang sama dengan menggunakan meriam tank era Perang Dunia Kedua.

Menurut Roytman metode tersebut ia gunakan sebagai cara untuk mengusir kenangan sulit dari tugas-tugasnya di medan pertempuran.

“Ini penyembuhan saya dengan seni. Saat saya menembak, bukan pada orang, tidak dalam perang, tidak selama dinas militer saya melakukan ini untuk, katakanlah, kesenangan, cara saya mengatakan sesuatu kepada dunia, “katanya dalam sebuah wawancara bersama Reuters, dikutip Berita Baru, Rabu (5/5/21).

“Itu membuatku merasa damai,” tambahnya.

Di tengah percikan dan lubang yang dihasilkan dari tembakan-tembakannya, ia juga menyelipkan huruf-huruf dalam bahasa Ibrani, Inggris, dan Rusia, secara acak tampaknya, ia mencoba mengajak orang untuk membentuk kata-kata dari huruf-huruf tersebut.

Sebanyak dua puluh karyanya juga telah terjual dengan harga antara 5.000 hingga 10.000 dollar.

Roytaman mengungkapkan bahwa tugas berperang bukanlah semata-mata keberanian ketika seseorang berada di medan tempur, ia sangat menyadari bahwa dukungan untuk kesehatan mental setelah tugas peperangan juga hal yang sangat penting.

“Setiap orang perlu berpikir, ketika mereka mengirim anak laki-laki mereka untuk berperang, untuk melindungi negara mereka – mereka perlu ingat bahwa ketika mereka kembali mereka membutuhkan dukungan,” pungkasnya Roytman.