Mahasiswa UIN Alauddin Gugat Skorsing ke PTUN demi Memperjuangkan Hak Pendidikan
Berita Baru, Makassar – Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar terus memperjuangkan hak-hak mereka yang terampas. Sebanyak 31 mahasiswa dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan menempuh jalur hukum dengan menggugat Surat Keputusan (SK) skorsing ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar. Langkah ini diambil setelah upaya dialog dan demonstrasi tidak membuahkan hasil.
Sebagaimana dikutip dalam siaran pers LBH Makassar pada Sabtu (7/12/2024), gugatan tersebut resmi terdaftar dengan nomor perkara 124/G/2024/PTUN.MKS. Sidang perdana dengan agenda pemeriksaan persiapan digelar pada Kamis, 5 Desember 2024, namun pihak tergugat, yakni Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Alauddin, tidak hadir. Sikap ini mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak.
“Kampus seharusnya menjadi ruang ilmiah serta demokratis. Namun, tindakan yang dilakukan oleh Rektor dengan mengeluarkan surat yang membatasi demokrasi akan merusak nilai-nilai dalam perguruan tinggi. Ketidakhadiran Dekan Fakultas Tarbiyah menunjukkan Dekan tidak akuntabel dalam menjalankan tugasnya sebagai Dekan,” tegas Hutomo, kuasa hukum para penggugat.
Mahasiswa menggugat SK skorsing karena dinilai telah merampas hak atas pendidikan. Akibat skorsing tersebut, mahasiswa yang bersangkutan tidak dapat mengikuti proses perkuliahan, yang berpotensi memperlambat kelulusan mereka. SK ini didasarkan pada Surat Edaran (SE) 2591, yang oleh mahasiswa dinilai sebagai kebijakan anti-demokrasi.
“Melalui gugatan ini, kami ingin menjelaskan kepada publik bahwa tindakan Rektor beserta jajarannya telah membunuh demokrasi di dalam kampus. Jelas pengaturan yang termuat dalam SE 2591 mengebiri hak dalam menyampaikan pendapat. 31 mahasiswa yang diskorsing menjadi buktinya bahwa sudah tidak ada lagi demokrasi di Kampus UIN Alauddin Makassar,” ujar Ian, salah satu mahasiswa penggugat.
Tidak hanya melalui jalur hukum, solidaritas juga mengalir dari Aliansi Pendidikan Gratis (APATIS). Pada Jumat, 6 Desember 2024, mereka menggelar aksi kampanye di depan PTUN Makassar dengan membentangkan spanduk bertuliskan “Darurat Demokrasi dan Ruang Aman”. Dalam aksi tersebut, APATIS mendesak PTUN Makassar untuk memutuskan perkara secara adil dan tanpa intervensi. Mereka juga menuntut penghentian kriminalisasi terhadap mahasiswa yang melakukan aksi protes.
“Kampus yang katanya peradaban malah mengebiri demokrasi. Malah membinasakan mahasiswanya sendiri. Hak-hak mahasiswa yang mengkritiknya mereka amputasi seolah mereka melihat kritikan sebagai tindakan kriminal. Bukan satu tradisi kampus yang khas, mereka dengan semua jejaringnya mempertontonkan kebrutalan akademik dengan menskorsing 31 mahasiswa,” kata Rezki, salah satu mahasiswa yang terkena skorsing.
Sebagai bagian dari tahapan proses persidangan, sesuai dengan Pasal 63 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, PTUN wajib mengadakan pemeriksaan persiapan sebelum memasuki pemeriksaan pokok sengketa. Agenda pemeriksaan persiapan berikutnya dijadwalkan pada Kamis, 12 Desember 2024, di gedung sementara PTUN Makassar yang saat ini direlokasi ke Pengadilan Tipikor Makassar. Mahasiswa berharap gugatan ini dapat menjadi preseden penting untuk memulihkan demokrasi kampus yang mereka nilai telah direpresi. Hingga kini, pihak Rektor dan Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Alauddin belum memberikan keterangan resmi terkait gugatan tersebut.