Mahasiswa UB Latih Santri Kelola Susu Pecah dan Limbah Kulit Kakao Jadi Sabun
Berita Baru, Malang – Salah satu perilaku menjaga kebersihan dan hidup sehat yang perlu diterapkan untuk mencegahterjadinya penularan COVID-19 adalah kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun. Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan salah satu indikator output dari strategi nasional STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). Salah satu tempat yang harus memperhatikan kebersihan dan kesehatan pada lingkungannya yaitu Pondok Pesantren mengingat dalam suatu pesantren terdapat ratusan santri di dalamnya sehingga masalah kebersihan harus mempunyai perhatian khusus.
Kita ketahui bahwa daerah Malang terutama Ngantang mayoritas warganya merupakan peternak sapi. Susu pecah adalah bagian dari hasil produksi sapi perah yang tidak diterima oleh Koperasi Unit Desa (KUD). Hal tersebut karena susu pecah dinilai tidak memiliki kualitas standar seperti susu murni, sehingga dinilai tidak layak dikonsumsi. Di sisi lain, daerah Dampit juga mempunyai perkebunan kakao yang menghasilkan limbah berupa kulit kakao.
Melihat hal tersebut, lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) mencoba memberikan alternatif permasalahan di atas dengan memberikan Program Pelatihan Pengolahan Susu Pecah dan Limbah Kulit Kakao sebagai Hand Soap di Pondok Pesantren Anwarul Huda (PPAH) Malang. Mereka adalah Eko Prihatmaji (FAPET 2019), Firmansyah Budi Pratama (FAPET 2019), Muhammad Izzul Atfhal (FAPET 2019), Chosiatun Nafingah (FK 2019), Silvia Maulita (FK 2020). Di bawah bimbingan dosen Dr. Dedes Amertaningtyas, S.Pt., MP., mereka berhasil mendapatkan pendanaan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2021 bidang Pengabdian Masyarakat yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
Ketua Tim Eko Prihatmaji menyampaikan, program ini merupakan program peningkatan produktivitas santri dengan memperhatikan masalah di sekitar lingkungannya. “Program pelatihan pengolahan susu pecah dan limbah kulit kakao sebagai hand soap ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas santri dan memberikan edukasi pentingnya kebersihan lingkungan di pondok pesantren. Rangkaian kegiatan yang dilakukan antaranya mengenai materi kebersihan dan kesehatan lingkungan, pelatihan ekstraksi kulit kakao dan pembuatan hand soap, pelatihan desain kemasan, dan pelatihan kewirausahaan” papar Eko.
Adapun penggunaan susu pecah dan kulit kakao sebagai bahan tambahan pada hand soap selain keduanya merupakan limbah yang sudah tidak terpakai, kedua bahan ini juga mengandung senyawa anti bakteri yang berguna dalam menangkal bakteri yang masuk dalam kulit dan senyawa yang mampu melembutkan dan menenangkan kulit.
Salah satu santri PPAH, Wari, menuturkan bahwa program ini sangat menarik karena memberikan pengalaman serta ilmu baru dalam membuat hand soap lebih-lebih bahan tambahan yang digunakan sangat bagus karena memanfaatkan limbah yang ada.
Program ini dilakukan selama satu bulan dimulai pada tanggal 4 Juli sampai 25 Juli 2021. Langkah selanjutnya dari program ini adalah berupa pendampingan untuk menjadikan santri PPAH mempunyai produk sabun sendiri yang nantinya dapat dijadikan peluang usaha. “Rencana keberlanjutan program kami pada tahun pertama adalah terlaksananya program dengan lancar, tahun kedua meningkatkan kualitas kebersihan lingkungan dan produktivitas santri melalui produk hand soap ini, tahun ketiga menjadikan PPAH sebagai pesantren percontohan santri mandiri dan sadar kebersihan lingkungan,” pungkas Eko.
Senada dengan apa yang telah dituturkan oleh Eko, Pusat Studi Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat Universitas Brawijaya juga sangat apresiatif atas inisiasi yang telah dilakukan oleh para mahasiswa UB melalui program PKM ini. “Saya melihat ini sebagai terobosan bagi kalangan pesantren, khususnya para santri, dalam upaya meningkatkan kebersihan dan kepedulian santri atas lingkungan sekitarnya. Konsep hablu min al-Alam dalam agama Islam saat ini menjadi isu yang gencar dikampanyekan. Dan santri memang sudah seharusnya menjadi ujung tombak dalam implementasi konsep tersebut, terlebih era pandemi COVID-19,” tutur Mohamad Anas, selaku direktur PSP2M UB. Anas menambahkan bahwa ide-ide kreatif seperti ini, berkaitan tentang dunia pesantren sangat laik untuk diangkat agar menjadi wacana arusutama di masyarakat. “Kami senang bisa ikut ambil bagian dalam program seperti ini, termasuk dalam upaya amplifikasi berita agar masyarakat pesantren semakin peduli dengan lingkungan hidup,” tutup Anas.