Lelaki Pengais Sisa-Sisa Usia | Puisi Raa Claudia
Lelaki Pengais Sisa-Sisa Usia
(Puisi : Raa Claudia)
Seorang Pemuda dan Kekasihnya yang Setia
Kalau orang-orang suka pulang kampung, pemuda itu tidak
Kalau orang-orang suka mengunjungi rumah,
Pemuda itu lebih suka tidur mendengkur di kamar kos dan bangun dengan kepala pusing tujuh keliling
Sebab sekarang, kampung halaman bukanlah kampung halaman
Kampung halaman telah berubah jadi kampung gunjingan
Orang-orang seperti punya seribu bibir yang tidak bisa dikendalikan
Seluruh desa sekarang riuh, tidak setenang dulu
Dan manusia-manusia seperti pemuda itu, adalah sasaran utamanya
Merantau – tak punya uang – gagal – dan jadi beban orang tua
Kiranya begitu citra masyarakat yang melekat pada si pemuda
Suatu siang, dia berniat pulang
Mampir mesin ATM dan menemukan pesan yang sama seperti sebelumnya
“Maaf, saldo anda tidak mencukupi untuk melakukan transaksi”
Pemuda itu nyengir, betapa semua orang adalah penghianat baginya
Dan kemiskinan, adalah satu-satunya yang paling setia.
Sejak kecil, hingga dewasa.
-Raa Claudia-
(Zabo Coffe, Jombang 8 Oktober 2019)
Aku Ingin
Aku ingin menulis puisi panjang
Tentang seseorang yang bersembunyi di bola mataku
Tapi juga menetap di tubuhmu
Sebab aku adalah penyair yang gagal
Kata-kata seringkali berbohong
Dengan memberi harapan bahwa aku bisa menulis sesuatu yang baik untuk kekasihku
Sedangkan senja sore ini tak begitu menarik,
Sehingga menulis puisi menjadi sesuatu yang cukup sulit
Semilir angin menggoyang padi, menyibak buku tulis, dan melewati bulu mata lalu mendarat di samping telinga
Katanya “ada jari selembut ujung kuas yang menanti rangkaian huruf dari A sampai Z”.
Ah, betapa panjang jalan menuju sebuah pertemuan
Dan kesunyian seperti kulit yang menempel pada diri kita masing-masing
Kau dan aku
Harus terus saling mencintai sampai tua renta
Setua jaring laba-laba di sebuah rumah yang ditinggal penghuninya
Seandainya bisa,
Aku mau menemui Ridwan dan memintanya memetik satu dua Chocolate Cosmos di surga
Semanis itu, lengkungan bibirmu
Aku membayangkan, seandainya tahun-tahun pertemuan kita tak pernah ada
Tak akan ada pula sebuah adegan kita manggung berdua
Lalu membuat Rakib dan Atit berdebat tentang:
Apakah hal itu termasuk amal baik, ataukah amal buruk?
Ketahuilah, kekasihku
Aku tak akan mencintaimu seperti seorang ibu
Sebab cintaku adalah perasaan yang haus dan lapar
Sesekali dia pemarah seperti api
Tapi dia begitu kuat
Seandainya sesuatu memadamkannya, sedikit angin saja bisa membuatnya kembali membara
Aku ingin, di sebuah hari yang tidak kuketahui angkanya
Kita saling bertukar pandang, dengan dada yang berdegup tak karuan
Banyak bibir merapal do’a
Dan nama kita adalah dua nama yang berkali-kali disebut sepanjang acara
-Raa Claudia-
(Jombang, 8 September 2019)
Lelaki Pengais Sisa-Sisa Usia
Ingatan telah berkhianat pada kakekku
Tak ada yang dia ingat
Kecuali lagi Chrisye berjudul “Pergilah Kasih” yang dinyanyikannya setiap hari
Bila senggang waktu,
Dia membuka album foto yang buram dan lapuk
Seperti masa silam
Hari-hari baginya adalah penantian
Kata ibu, sebelum kematian menjemput nenekku secara paksa
Kakek dan nenek sempat berjanji untuk melewati segalanya bersama
Tapi nahas, nenek meregang nyawa di jalan dekat rumah
Hanya ada satu peti mati sore itu
Dan kakekku seperti angsa jantan yang ditinggal si betina
Tidak menangis
Tapi semua orang tau, di hatinya ada musim gugur
Tanpa tau akhir sebuah perjalanan
Dibayarnya sebuah kesetiaan dengan melupakan segala hal
Kecuali satu nama
Dan satu lagu yang paling disukai nenekku
-Raa Claudia-
(Jombang, Oktober 2019)
Biodata Penulis :
Raa Claudia adalah mahasiswa dari Universitas KH A Wahab Hasbullah Jombang. Pernah memenangkan juara 1 lomba cipta dan baca puisi Se-Jawa Timur yang diadakan oleh IAIN Ponorogo pada 2019. Dapat dihubungi melalui reyzarah05@gmail.com atau di @raa_claudia.