Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Aparat Keamanan

LBH Makassar Ungkap Keterlibatan Aparat Keamanan dalam Sengketa Lahan di Makassar



Beritabaru, Makassar – Sengketa lahan antara masyarakat Polongbangkeng dan PT. Perkebunan Nusantara XIV (PTPN XIV) di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, memasuki babak baru dengan keterlibatan aparat keamanan. Hingga 31 Juli 2024, konflik agraria ini terus berlanjut, dengan PTPN XIV tetap aktif melakukan aktivitas di lahan yang sudah tidak lagi memiliki Hak Guna Usaha (HGU) sejak 9 Juli 2024.

Dalam siaran pers yang diterbitkan oleh LBH Makkassar pada Jum’at (2/8/2024) diuraikan bahwa konflik ini memuncak ketika warga Desa Lassang Barat, Dusun Panjojo, Kecamatan Polongbangkeng Utara, melakukan penghadangan terhadap traktor dan kontainer pupuk tebu milik PTPN XIV. Meskipun aksi penghadangan ini sempat menghentikan aktivitas perusahaan, PTPN XIV kembali melanjutkan kegiatan mereka dengan pengawalan dari pihak kepolisian dan Brimob.

Pada Kamis (1/8/2024), warga kembali melakukan aksi keliling di lahan yang masih dikelola perusahaan. Namun, aktivitas tersebut tidak dihentikan; sebaliknya, perusahaan dikawal oleh 10 anggota Brimob, 3 polisi, dan 2 aparat TNI. “Kami sedang menunggu panggilan untuk pertemuan dari Pemerintah Daerah Takalar untuk penyelesaian konflik. Seharusnya, perusahaan tidak melakukan aktivitas sampai permasalahan selesai,” kata Dg Ati, salah seorang warga.

Razak, pendamping warga dari LBH Makassar, menilai bahwa aksi penghadangan ini merupakan hasil dari kegagalan pemerintah kabupaten dalam memperhatikan hak rakyatnya. Razak juga menegaskan bahwa meskipun warga telah melakukan berbagai upaya untuk menolak perpanjangan HGU dan mendorong RDP dengan pihak terkait, upaya tersebut selalu diulur-ulur oleh pemerintah daerah. “Pemerintah dan PTPN XIV tidak menahan diri dan mengabaikan hak rakyat,” ujarnya.

Dg Ati juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap aparat keamanan yang dianggap berpihak kepada perusahaan. Ia menilai tindakan aparat yang meminta data kepemilikan dan mengintimidasi warga sebagai pelanggaran. “Aparat seharusnya menjaga kepentingan masyarakat, bukan berpihak pada perusahaan,” tambahnya. Ia juga mengkritik tindakan kepolisian yang meminta warga mengisi daftar hadir tanpa alasan jelas.

Insiden Pakkawa pada 2008, di mana aparat keamanan terlibat dalam kekerasan terhadap warga yang memperjuangkan haknya, masih segar dalam ingatan warga. Sesuai dengan UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan PP Nomor 2 Tahun 2003, aparat seharusnya memberikan perlindungan kepada masyarakat dan tidak terlibat dalam bisnis.

Suryani, Koordinator SP-AM Sulsel, menilai tindakan PTPN XIV melanggar kesepakatan mediasi Komnas HAM yang telah disepakati pada 2023. Mediasi tersebut meminta semua pihak menahan diri untuk mencegah konflik. “PTPN XIV dan pemerintah daerah Takalar telah mengabaikan keputusan tersebut,” kata Suryani.

Hasil mediasi Komnas HAM menekankan pentingnya menahan diri dari aktivitas di lahan HGU yang telah berakhir untuk menghindari konflik lebih lanjut. Warga Polongbangkeng, yang sudah lama berjuang melawan perampasan lahan, berharap agar proses penyelesaian konflik ini segera dilakukan dengan adil dan sesuai hukum.