LBH Jakarta Protes Penetapan KEK BSD yang Diduga Bentuk Politik Balas Budi
Berita Baru, Jakarta – Penetapan BSD sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2024 memicu sorotan tajam dari berbagai pihak. LBH Jakarta dan Walhi Jakarta menyatakan bahwa kebijakan tersebut diduga kuat sebagai bentuk politik balas budi dan berpotensi merugikan ruang hidup masyarakat sekitar.
Dalam peraturan yang diundangkan pada 7 Oktober 2024 tersebut, KEK Edukasi, Teknologi, dan Kesehatan Internasional Banten mencakup area seluas 59,68 hektar yang terletak di Kecamatan Cisauk dan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Meskipun digadang-gadang dapat menciptakan lapangan kerja dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, LBH Jakarta dan Walhi Jakarta melihat adanya konflik kepentingan dan praktik pembagian konsesi yang mengancam keberlanjutan lingkungan dan masyarakat lokal.
“Kami menduga kuat bahwa penetapan KEK BSD merupakan bentuk politik balas budi, mengingat keterlibatan PT Surya Inter Wisesa, yang berada di bawah naungan Sinar Mas Group, dalam proyek ini. Fakta bahwa perusahaan ini juga terlibat dalam proyek Ibu Kota Negara (IKN) yang minim minat investasi asing memperkuat dugaan tersebut,” ujar LBH Jakarta dalam siaran pers pada Senin (14/10/2024).
Menurut mereka, potensi konflik kepentingan dalam kebijakan ini sangat besar. Pasal 42 ayat (1) UU No. 30/2014 jelas melarang pejabat pemerintahan yang berpotensi memiliki konflik kepentingan untuk menetapkan keputusan atau tindakan administrasi pemerintahan.
Lebih lanjut, Walhi Jakarta menyoroti dampak sosial dan lingkungan dari proyek ini. “Pengalaman dari KEK Mandalika dan KEK Bitung menunjukkan bahwa kebijakan seperti ini sering kali mengorbankan warga lokal dan mengakibatkan perampasan lahan serta penghancuran ruang hidup. BSD tidak berbeda,” ungkap Walhi Jakarta.
Penerapan KEK BSD juga dinilai membuka peluang besar bagi praktik rent-seeking, seperti yang disoroti oleh Indonesian Corruption Watch (ICW). Mereka mengingatkan bahwa KEK bisa menjadi lahan subur bagi pencarian rente oleh korporasi yang mendapat kemudahan dan insentif dari pemerintah.
“Urgensi penetapan BSD sebagai KEK perlu dipertanyakan. Mengapa memilih kawasan yang sudah memiliki infrastruktur memadai? Padahal, penetapan KEK seringkali diwarnai oleh monopoli bisnis oleh pihak tertentu,” tambah LBH Jakarta.
Selain itu, KEK BSD juga dianggap mengancam lingkungan hidup di kawasan tersebut. “Pencemaran lingkungan, krisis air bersih, serta polusi udara sering kali mengiringi pengembangan kawasan seperti ini. Hal ini akan sangat merugikan masyarakat setempat,” ujar perwakilan Walhi Jakarta.
Melihat berbagai permasalahan ini, LBH Jakarta dan Walhi Jakarta mendesak pemerintah untuk segera mencabut PP No. 38/2024. Mereka juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komnas HAM untuk melakukan investigasi terkait dugaan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia dalam penetapan KEK BSD.
“Kami juga meminta Ombudsman RI memeriksa kemungkinan adanya maladministrasi dalam proses penetapan kebijakan ini,” tutup LBH Jakarta.