Laporan Kekerasan Seksual Never Okay Project: Mendesak, Pekerja Informal Butuh Perlindungan Hukum
Berita Baru, Nasional – Laporan Kekerasan Seksual di Dunia Kerja berdasarkan Pemberitaan Media Tahun 2021 yang dirilis Never Okay Project pada Sabtu (12/2) lalu menunjukkan bahwa kekerasan seksual tidak hanya rentan dialami oleh pekerja di sektor formal, melainkan juga informal.
Dilihat dari sektor kerjanya, laporan kekerasan seksual tersebut mencatat angka tertinggi diduduki oleh sektor kerja informal yakni sektor prostitusi (14 kasus), diikuti oleh sektor kerja pemerintah (8 kasus), kesehatan (8 kasus), UMKM (6 kasus), transportasi (4 kasus), militer & kepolisian (4 kasus), media dan kreatif (4 kasus), PRT (2 kasus), perbankan dan keuangan (2 kasus), institusi keagamaan (2 kasus), serta sektor lainnya (8 kasus).
Terkait dengan banyaknya kasus kekerasan seksual di sektor prostitusi, Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani mengungkapkan belum ada jaminan bagi pekerja pada sektor tersebut, meski harus diakui bahwa sektor pekerjaan ini banyak dilakukan oleh perempuan dan mereka mengalami kerentanan berlapis.
Walau demikian, pekerja prostitusi belum mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum karena bertabrakan dengan norma kesusilaan yang masih mendiskriminasi kelompok tersebut. “Mereka malah justru rentan dikriminalisasi di berbagai kasus prostitusi yang mencuat, dalam beberapa kasus ada upaya mempidanakan pekerja seks,” ujar Tiasri.
Kalaupun terjadi kasus, proses hukum kasus pidana seharusnya tidak memposisikan pekerja di sektor prostitusi sebagai subyek yang berhadapan dengan hukum, melainkan mucikari.
Laporan Kekerasan Seksual: Sektor Informal Perlu Perlindungan
Tak hanya pekerja di sektor prostitusi, upaya advokasi untuk pekerjaan sektor informal lainnya yang rentan mengalami kekerasan seperti Pekerja Rumah Tangga (PRT) juga masih menemui tantangan berat. Tiasri mencatat, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) mengalami perjuangan panjang selama 17 tahun untuk bisa dijadikan prioritas, namun terus mengalami penolakan di tataran pengelola kebijakan.
Baru pada Senin (14/3) kemarin, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyatakan rencananya membentuk tim gugus tugas RUU PPRT sebagaimana dilansir dari CNN.
Mendukung pernyataan Tiasri, Dosen Hukum Ketenagakerjaan Nabiyla Risfa Izzati juga mengungkapkan bahwa secara umum pekerja apapun di luar jenis hubungan kerja formal masih rendah dalam perlindungan hukum, termasuk pekerja dengan sistem mitra seperti ojek online.
“Bahkan juga pekerja yang sebenarnya formal tapi bekerja di tempat kerja non-formal seperti UMKM, kalau kita bicara perlindungan hukum masih sangat kurang,” katanya.
Hal ini disebabkan salah satunya karena perjanjian kerja yang mengikuti aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan masih memiliki penjelasan yang sempit, misalnya terbatas pada pengusaha dan pekerja, sementara banyak pekerja yang tidak bekerja di perusahaan.
“Ini masalah mendasar yang akhirnya memberikan perlindungan yang kurang. Pekerja di sektor informal justru lebih banyak. Sayang ketentuan ketenagakerjaan kita menutup mata,” imbuh Nabiyla.
Sementara itu, jumlah pekerja informal di Indonesia terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 78,14 juta orang pekerja informal per Februari 2021.
Ikuti informasi Beritabaru.co terkait Laporan Kekerasan Seksual yang dirilis Never Okay Project ini melalui tautan berikut. Anda juga dapat membaca laporan lengkapnya melalui tautan berikut.