KTT ASEAN Ke-42 Bahas Krisis Myanmar, CSIS: Belum Ada Kemajuan
Berita Baru, Jakarta – Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia menilai bahwa KTT ASEAN Ke-42 masih belum mampu melahirkan kesepakatan tentang bagaimana harus menyelesaikan krisis di Myanmar.
“ASEAN masih terpecah-pecah tentang bagaimana harus menyelesaikan krisis di Myanmar. Belum ada kemajuan yang berarti dalam pelaksanaan Five-Point Consensus,” tulis CSIS dalam laporan Media Briefing, Minggu (14/5).
Disebutkan bahwa setelah tiga masa keketuaan yang berbeda, ASEAN hingga saat ini hanya jalan ditempat, melakukan hal yang sama berulang-ulang, tetapi mengharapkan hasil yang berbeda, ini adalah sesuatu yang tidak masuk akal.
“Meskipun upaya untuk melakukan engagements dengan lebih banyak stakeholders (diklaim lebih dari 60 stakeholders) perlu diapresiasi, harus ada kejelasan apa yang menjadi tujuan utama dari melakukan engagements yang lebih banyak ini,” jelasnya.
Dengan terus meningkatnya kekerasan di Myanmar, lanjut CSIS, mungkin Indonesia perlu mengkaji ulang strategi quiet diplomacy yang dijalankan karena tanpa hasil yang konkrit, minimal penghentian kekerasan.
“Upaya ini dapat dipersepsikan sebagai tindakan mengulur waktu (buying time),” ujarnya.
Dengan sisa beberapa bulan masa keketuaan Indonesia, CSIS mengusulkan dua hal yang masih bisa dilakukan. Pertama, diperlukan penyusunan Implementation Plan untuk Five-Point Consensus seperti yang dimandatkan oleh ASEAN Leaders’ Review and Decisions on the Implementation of the Five-Point Consensus pada November 2022.
“Seharusnya engagement dengan stakeholders yang lebih banyak bisa menjadi basis yang kuat untuk menyusun implementation plan ini,” katanya.
Kedua, Indonesia perlu mendorong institusionalisasi Office of the Special Envoy agar menjadi milik ASEAN. Dengan demikian, Indonesia bisa melanjutkan perannya beyond its chairmanship dan menunjukkan kepemimpinannya dalam membantu penyelesaian krisis di Myanmar.
“Bukan hanya sekedar memegang jabatan bergilir yang turut ‘mewariskan’ masalah Myanmar kepada ketua berikutnya,” tegasnya.
Selanjutnya, CSIS menekankan agar Indonesia terus menunjukkan keberanian dan ketegasan di dalam ASEAN, bersama-sama dengan anggota yang like-minded untuk terus mengupayakan solusi jangka panjang bagi krisis di Myanmar ini.
“Tanpa adanya kemajuan berarti yang dicapai ASEAN, tanpa adanya kemampuan Indonesia untuk menunjukkan leadership di ASEAN, apakah ini artinya ASEAN bergerak ke arah self destruction?,” pungkasnya.