Krisis Energi Gas dan Batu Bara Membuat Harga Minyak Melonjak Drastis
Berita Baru, Washington – Krisis energi gas dan batu bara membuat harga minyak melonjak drastis, mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun pada hari Senin (18/10).
Lonjakan harga itu itu disebabkan tingginya permintaan lantaran beberapa negara mulai pulih dari pandemi COVID-19, dan juga karena banyak perusahaan pembangkit listrik yang mulai beralih dari gas dan batu bara ke bahan bakar minyak dan diesel lantaran krisis energi.
Harga minyak mentah berjangka Brent naik 90 sen, atau 1,1 persen, menjadi $85,76 per barel pada 0445 GMT, setelah mencapai sesi tertinggi $86,04, harga tertinggi sejak Oktober 2018.
Kemudian, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik $1,23, atau 1,5 persen, menjadi $83,51 per barel, setelah mencapai sesi tertinggi $ 83,73, tertinggi sejak Oktober 2014.
“Melonggarkan pembatasan di seluruh dunia kemungkinan akan membantu pemulihan konsumsi bahan bakar,” kata analis dari bank ANZ dalam sebuah catatan pada hari Senin, dilansir dari Al Jazeera.
Catatan itu juga menjelaskan bahwa peralihan gas-ke-minyak untuk pembangkit listrik saja dapat meningkatkan permintaan sebanyak 450.000 barel per hari di kuartal keempat.
Sementara itu, analis senior di OANDA, Edward Moya mengatakan suhu dingin di belahan bumi utara juga diperkirakan memperburuk defisit pasokan minyak.
“Defisit pasar minyak tampaknya akan menjadi lebih buruk karena krisis energi akan meningkat karena cuaca di utara sudah mulai lebih dingin,” katanya.
“Karena kekurangan batu bara, listrik, dan gas alam menyebabkan permintaan tambahan untuk minyak mentah, tampaknya itu tidak akan disertai dengan tambahan barel yang signifikan dari OPEC+ atau AS,” tambahnya.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan pada hari Senin (18/10) bahwa Jepang akan mendesak produsen minyak untuk meningkatkan produksi dan mengambil langkah-langkah untuk meredam krisis.
Namun, pasokan bisa meningkat dari Amerika Serikat (AS), di mana perusahaan energi pekan lalu menambahkan rig minyak dan gas alam untuk minggu keenam berturut-turut karena melonjaknya harga minyak mentah mendorong perusahaan pengebor minyak untuk kembali melakukan pengeboran.
Jumlah rig minyak dan gas AS, indikator awal produksi masa depan, naik 10 menjadi 543 dalam pekan hingga 15 Oktober, tertinggi sejak April 2020, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes Co pekan lalu.
Sementara itu, ekonomi China kemungkinan tumbuh pada laju paling lambat dalam satu tahun di kuartal ketiga, dirugikan oleh kekurangan listrik pada bulan September yang memaksa pabrik untuk mengurangi produksi atau menutupnya.
Tingkat pemrosesan minyak mentah harian turun ke level terendah sejak Mei 2020 pada bulan September di konsumen minyak terbesar kedua di dunia, karena kekurangan bahan baku dan inspeksi lingkungan melumpuhkan operasi di kilang, sementara kilang independen menghadapi pengetatan kuota impor untuk minyak mentah.