KontraS Kritik Wacana Pemberlakuan Darurat Sipil di Papua
Berita Baru, Jakarta -Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai pernyataan Wakil Ketua DPR Lodewijk Paulus tentang darurat sipil di Papua sangat berbahaya.
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, menilai bahwa hal tersebut dapat memperburuk situasi kemanusiaan di Papua.
Fatia mengatakan pernyataan tersebut bisa membuat kekerasan yang terjadi di Papua semakin menjadi-jadi. Musababnya adalah pernyataan itu bisa menjadi validasi bagi aparat keamanan atau kelompok bersenjata untuk semakin agresif lagi.
“Dikarenakan, melalui kebijakan darurat sipil negara memiliki wewenang yang begitu besar dan berpotensi terjadi adanya pelanggaran hak asasi manusia. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya pejabat negara untuk tidak reaktif menyikapi situasi konflik yang sedang terjadi,” kata Fartia, Sabtu (11/2/2023).
Selain itu, Fatia berpendapat pemberlakuan wacana pemberlakuan darurat militer juga menimbulkan masalah lain. Salah satunya, menurut dia, adalah pembatasan terhadap akses informasi publik sehingga memungkinkan pelanggaran kemanusiaan tidak dapat diketahui masyarakat.
“Merujuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, darurat sipil memungkinkan pemerintah dapat melarang atau membatasi pengiriman berita hingga dapat mengontrol semua akses informasi seperti penyebaran tulisan/gambar dan penerbitan,” ujar dia melalui keterangan tertulis.
Fatia berujar KontraS pernah bersurat kepada Kemenkopolhukam terkait dengan situasi kemanan di Papua setahun lalu. Namun, kata dia, Kemenkopolhukam tidak merespon surat dari KontraS tersebut.
“Dengan tidak diberikannya informasi tersebut, membuktikan bahwa pengerahan aparat keamanan secara masif ke Papua patut dipertanyakan sebab tidak ada transparansi dan akuntabilitas dari negara atas pengerahan pasukan keamanan yang selama ini dilakukan,” kata Fatia.
Berdasarkan catatan KontraS, sebanyak 8.264 personel gabungan TNI/Polri diterjunkan ke Papua. Dia mengatakan kedatangan pasukan dengan jumlah besar ini memicu terjadinya kontak senjata antara aparat dengan kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka.
“Akibatnya sepanjang Desember 2021 – November 2022 diketahui terdapat sekitar 48 peristiwa kekerasan yang terjadi. Banyak korban yang jatuh justru didominasi warga sipil termasuk perempuan dan anak-anak,” ujar dia.
Berangkat dari hal itu, Fatia menilai pendekatan militerisme seperti darurat sipil tidak akan menyelesaikan pokok persoalan yang terjadi. Malahan, kata dia, situasi kemanusiaan justru akan semaki memburuk.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR bidang Politik dan Keamanan Lodewijk Paulus mengatakan perlu ada darurat sipil di Papua. Hal itu dia sampaikan menanggapi pembajakan pesawat Susi Air oleh gerakan separatis terotis.
“Kita harapkan gini ya, harus dipahami bahwa Papua ini sekarang status darurat sipil. Maka yang di depan adalah penguasa darurat sipil, Gubernur, yang di depannya otomatis penegak hukum,” kata Lodewijk di Istora Senayan, Jakarta, Jumat, 10 Februari 2023.
Sebelumnya, Pesawat Susi Air PK-BVY milik Susi Pudjiastuti dengan rute penerbangan perintis Timika – Paro yang mereka tumpangi dirusak oleh kelompok separatis TPNPB-OPM pimpinan Egianus Kogoya setelah landing di Lapangan Terbang Apro, Selasa, 7 Februari 2023 pukul 06.17 WIT.