Koalisi Masyarakat Sipil Pertanyakan Integritas Pansel KPK
Berita Baru, Jakarta – Proses seleksi Calon Pimpinan (Capim) dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 memasuki tahap baru. Pada Rabu, 11 September 2024 pukul 14.30 WIB, Panitia Seleksi (Pansel) mengumumkan 20 nama yang berhasil lolos uji kompetensi. Namun, keputusan ini menimbulkan kritik keras, terutama terkait integritas sejumlah kandidat yang lolos meski memiliki rekam jejak buruk.
Tranparency International Indonesia (TI) menyatakan, diantara kandidat yang lolos, terdapat nama-nama yang dinilai tidak memiliki komitmen terhadap prinsip antikorupsi. Misalnya, Ibnu Basuki Widodo, seorang hakim yang pernah melarang jurnalis meliput kasus megakorupsi E-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, serta Irjen Pol. Sang Made Mahendra Jaya, Pj Gubernur Bali yang diduga terlibat dalam pembubaran dan intimidasi panitia People’s Water Forum 2024. Keduanya masih diloloskan oleh Pansel, yang dinilai menunjukkan kurangnya ketegasan dalam menyeleksi kandidat yang berintegritas.
“Jangan sampai pansel membuat KPK bunuh diri berkali-kali dan justru menghadirkan ‘boneka baru’ untuk jadi alat politik rezim ke depan,” ujar Danang Widoyoko, Sekretaris Jenderal TI Indonesia. Menurutnya, proses seleksi ini lebih menunjukkan kompromi politik ketimbang profesionalitas.
Sementara itu, Julius Ibrani, Ketua PBHI yang juga mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi, mengapresiasi kinerja Pansel yang tidak meloloskan Nurul Ghufron. Namun, ia menegaskan bahwa keterbukaan Pansel masih sangat kurang. “Pansel seharusnya berpihak pada kepentingan publik, bukan titipan elit,” ungkapnya. Julius juga menyoroti pentingnya pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi kandidat yang lolos, mengingat ada dugaan kenaikan harta yang tidak wajar pada beberapa nama.
Wanda Hamidah, seorang pegiat antikorupsi, menyatakan kekecewaannya terhadap proses seleksi ini. “Kita semua patah hati karena KPK berusaha dimusnahkan pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Presiden terpilih, Prabowo Subianto, harus tegas mengembalikan KPK ke jalan yang benar,” katanya.
Natalia Soebagjo, mantan Pansel Capim Dewas KPK periode 2015-2019, juga mengingatkan pentingnya menilai integritas dalam proses seleksi. “Melihat KPK saat ini yang sudah kehilangan independensi, kita harus mengawal sejauh mana individu yang lolos seleksi ini mandiri dalam berpikir dan bersikap,” tegasnya.
Feri Amsari, Dosen Hukum Tata Negara FH Universitas Andalas, menyebutkan bahwa KPK kini sudah tidak bisa diharapkan lagi. Menurutnya, seluruh rancangan pembentukan KPK dirusak oleh pemerintah. “Proses seleksi ini tidak akan pernah dianggap layak, karena Dewas KPK yang saat ini ada tidak bisa kita harapkan lagi,” ujarnya.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyerukan kepada seluruh masyarakat untuk terus mengawal proses seleksi ini. Jika Pansel terus abai terhadap rekam jejak kandidat yang dipilih, dikhawatirkan KPK akan dikuasai oleh pihak-pihak yang tidak berpihak pada agenda pemberantasan korupsi.