Kelola Emisi Melalui FCPF, Kaltim Berpotensi Terima USD 110 juta
Berita Baru, Yogyakarta – Kalimantan Timur (Kaltim) telah bekerja sejak 2008 melakukan praktik baik terkait mitigasi iklim dan pengelolaan emisi melalui kegiatan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Carbon Fund World Bank.
Sehingga saat ini Kaltim sudah mendapat pembayaran berbasis kinerja atau result based payment (RBP) dan telah mengajukan forest reference emission level (FREL) sebesar 27.469.856,40 ton CO2-e dihitung dari rata-rata tahun 2006-2016.
Dalam data FREL dan data emisi selama dua tahun terakhir yaitu 2019-2020, diperoleh data pengurangan emisi sebesar 34.278.664.90 ton CO2-e. Hal itu sudah jauh melampaui jumlah minimum yang dapat dibayarkan seperti termuat dalam Emission Reductions Payment Agreement (ERPA) Kaltim yang berkomitmen dengan World bank, sebesar 5 juta ton CO2-e, sehingga Kaltim surplus pengurangan emisi.
Terkait semua proses praktik baik yang selama ini sudah berlangsung di bagaimana emosi itu bisa dikelola, pada tahun 2024 Kaltim berpotensi menerima komitmen sekitar sekitar USD 110 juta atau Rp. 1,3 triliun.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, Joko Istanto, menegaskan bahwa semua capaian tersebut tak terlepas dari dukungan dan komitmen semua pihak. Mulai dari unsur pemerintah, baik pusat dan daerah, hingga peran-peran organisasi-organisasi masyarakat sipil.
“Dinas kehutanan dan instansi kami yang ada di provinsi tidak mungkin bisa menjalankan FCPF, tanpa dibantu rekan-rekan NGO,” kata Joko Istanto saat berbagi pengalaman dalam diskusi Konferensi KONFERNAS EFT III hari pertama, di hotel Novotel Yogyakarta, Selasa (14/11).
Lebih lanjut Joko Istanto menegaskan, capaian Kaltim itu juga tak lepas dari Komitmen Gubernur Awang Faroek Ishak (2008-2013) dengan mendirikan Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) di tahun 2011. Baginya, DDPI memiliki peran mensinergikan program berkelanjutan FCPF hingga saat ini.
Ia menyebut, kalau mengharapkan penuh kinerja pemerintah, seperti Dinas Kehutanan Kaltim, 3 – 4 tahun orangnya pindah. Kalau tidak ada institusi diluar pemerintah yang memang dibentuk pemerintah untuk menjalankan, maka akan susah tercapai kegiatan-kegiatan yang diinginkan.
“Makanya, DDPI mungkin satu-satunya yang ada di Indonesia, yaitu di Kaltim. Itulah titik pilar salah satu kunci keberhasilan program FCPF di Kaltim, dimana setiap NGO atau mitra kerja yang mau berpartner bersama kami itu wajib melalui DDPI untuk mengkolaborasikan program-program yang ada. Supaya tidak tumpang tindih kegiatan,” tegasnya.