Kehebatan Morfosintaksis Adjektiva Bahasa Indonesia
Belum ada profesor linguistik ataupun master poliglot di dunia ini yang berani melakukan penelitian mendalam terhadap adjektiva yang dimiliki oleh Bahasa Indponesia. Hal ini disebabkana karena keunggulan dan kedalaman adjektiva yang dimiliki oleh gramatikal Bahasa Indonesia dibanding bahasa-bahasa lain.
Hanya para poliglot yang bisa merasakan fenomena ini. Ahli linguistik ibarat para nabi yang berdiri mematung di tepi pantai. Sedang para poliglot, ibarat para siswa (salik) sufi yang berenang di tengah arus gelombang lautan yang bergelora.
Kenapa sampai begitu hebatnya adjektiva Bahasa Indonesia? Tentunya mempunyai beberapa alasan sahih, bernas dan kuat. Penelitian terhadap adjktiva Bahasa Indonesia memerlukan disiplin ilmu dan perangkat yang mumpuni.
Kearbitreran adjektiva Bahasa Indonesia mencapai puncak kesempurnaannya dengan memanfaatkan adjektiva menjadi bentuk lain dalam sebuah proses polifermis (turunan) yang paling sederhana, Namun, mampu menghasilkan adjektiva dan deadjektiva dengan poliferasi yang unik.
Sebagaimana keumumam kegunaan dan fungsi adjektiva bahasa di dunia yang mengandung unsur: atributif, predikatif, predikatif inversi ; adjektiva Bahasa Indonesia mampu melangka lebih jauh dalam urusan fungsi dan kegunaan adjektivanya ke tingkat morfem yang lebih tinggi.
Salah satu keunggulan adjektiva Bahasa Indonesia adalah mampu membentuk verba dari proses deadjektiva seacara murni tanpa mengoyak bentuk aslinya secara brutal. Atau dengan kata lain, menurunkan dari kata sifat (adjectiva) dalam sebuah proses polifermis yang paling sederhana.
Keumuman adjektiva bahasa di dunia yang mampu memberikan bentuk adjektiva yang lazim adalah: adjektiva bertaraf, ukuran, warna, waktu, jarak, sikap batin, cerapan, tak bertaraf; tak berkutik ketika adjektiva pada Bahasa Indonesia mampu melakukan hal lebih dari sekedar menempuh proses afiksasi (pengimbuhan), pengulangan/reduplikasi, pemajemukan, dan penyerapan.
Dilihat dari bentuknya, di samping bentuk dasar dan turunan verba murni, verba-verba yang dimiliki bahasa di dunia pada umumnya, bisa berasal dari kategori lain, seperti: denominal, deajektiva, dan deadverbial. Verba deadjektiva Bahasa Indonesia mempunyai bentuk terkuat dalam proses polifermis (turunan).
Proses pembentukan verba yang bernama verba deadjektiva ini biasanya akan menghasilkan kategori kata yang berbeda dari kategori asalnya. Pembentukan verba ini akan melibatkan proses derivasi. Misalnya adjektiva “hitam”, berat”, atau “ panjang” dapat diubah menjadi verba dengan memberi tambahan afiks. Kata sifat (adjectiva) “panjang” akan menjadi verba “memanjang” dengan proses polifermis yang paling sederhana dalam kontek afiksasinya.
Jika dibandingkan dengan Bahasa Inggris yang kacau dalam polifremis dan afiksasinya, misalnya: strong-strenghten; white-whiten; good-(tidak ada deadjectiva); blue-bluing. Lihat betapa kacaunya morfosintaksisnya. Kata sifat “strong” harus dioprek total bentuk dasarnya.
Pun begitu, kata sifat “blue’ harus menderita, selain dipenggal juga dipasung afiksasi. Tidak ada kestabilan afiksasi bahkan ada ada yang bernilai nihilasi, seperti pada deadjektiva kata “good”. Bahasa Inggris akan bersusah payah melakukan deadjektiva kata sifat “good”. Ia akan malu dengan memaksakannya menjadi “gooden”. Mana ada?
Kehebatan adjectiva Bahasa Indonesia lainnya adalah mampu melakukan pengulangan, sepert: Sepintar-pintarnya, seberat-beratnya, semarah-marahnya. Mana ada proses polifermis dan afiksasi bahasa lain yang mampu melakukan pengulangan adjectiva.
Dan satu lagi, adjektiva Bahasa Indonesia mampu melakukan turunan Majemuk, yang mampu membuat kata baru seperti: lemah lembut, rendah hati, jiwa besar dan lainnya.
Itulah beberapa misteri adjektiva yang dimiliki oleh Bahasa Indonesia yang mampu membuat distingsi signifikan terhadap morfosintaksis bahasa lain di dunia. Data-data kualitatif ini jelaslah bersifat naturalistik yang telah dinyatakan dalam keadaan sewajarnya, berupa kata-kata tertulis atau lisan, dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, tidak diubah dalam simbol-simbol dan bilangan.
Analisis data induktif yang dimulai dari fakta empiris lapangan tentang keunikan dan keunggulan adjektiva Bahasa Indonesia yang kemudian dibentuk ke dalam bangunan teori, telah memantapkan kedudukan Bahasa Indonesia dalam bidang morfosintaksi.
Teknik dasar deadjektiva ataupun variasi adjektiva Bahasa Indonesia merupakan metode unsur langsung (immediate constituent), yaitu membagi satuan lingualnya menjadi beberapa bagian atau unsur pengayaan.
Morfologi Bahasa Indonesia yang mampu menyuguhkan kearbitreran, mampu membuat satuan-satuan morfem pada adjectiva bergerak bebas. Inilah yang membuat keder para profesor linguistik dan poliglot. (*)