Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

katastrofi
Ilustrasi: Langgar.co

Katastrofi, Tragedi Kosmis-Ekologis, dan Patahan Sejarah Kebudayaan



Berhubung kehidupan di bumi ini mustahil bermula dari creatio ex nihilo, ada kemungkinan besar bangkit-tumbuh-kembangnya kebudayaan dan peradaban tertentu setelah katastrofi kosmis-ekologis-lingkungan didasarkan atas tapak-tapak atau tilas-tilas kebudayaan dan peradaban modern yang pernah ada sebelumnya di samping didasarkan atas kreasi-inovasi baru umat manusia. Di sinilah modernitas (puncak pencapaian) pelbagai kebudayaan dan peradaban yang pernah ada di bumi saling memberi kontribusi bagi kebudayaan dan peradaban bumi.

Saling bergantung, saling pengaruh, silang budaya, dan saling menyerbuki (fertilisasi budaya) kebudayaan dan peradaban dalam rangka revitalisasi, rejuvinasi, atavisasi, revivalisasi, konservasi, dan atau transformasi kebudayaan dan perabahan merupakan hal lumrah dan tak terelakkan dalam sejarah. Dalam kenyataan konkreat sehari-hari, tidak ada kemurnian dan keaslian kebudayaan dan peradaban modern di pelbagai penjuru bumi. Kebudayaan dan peradaban modern di suatu tempat, ruang, lokasi atau kawasan merupakan sedimentasi pelbagai kebudayaan dan peradaban – yang terlebur atau terpadu di dalam mangkok kebudayaan dan peradaban tertentu.

Meminjam konsep Jacques Derrida, semua modernitas kebudayaan dan peradaban selalu saling berkontaminasi sehingga tidak perlu dipulangkan kepada kemurnian dan keaslian.

Meminjam konsep Jacques Derrida, semua modernitas kebudayaan dan peradaban selalu saling berkontaminasi sehingga tidak perlu dipulangkan kepada kemurnian dan keaslian. Kemurnian dan keaslian hanyalah ilusi atau utopia orang-orang yang tak berpijak di bumi, senantiasa selalu mengawang-awang di alam fantasi, yang kemudian menjadi politik identitas chauvinistik yang dibayangkan kekal dan abadi. Jika ditelaah secara cermat, serat-serat atau sedimentasi-sedimentasi pelbagai kebudayaan dan peradaban tertentu dapat menginformasikan bahan-bahan “bangunan” kebudayaan dan peradaban yang berkonstribusi membentuknya.

Saling-memberi, saling-menyerbuki, saling-menumbuhkan, dan saling-mewariskan itulah yang memungkinkan bangkit dan berkembangnya suatu kebudayaan dan peradaban setelah dilanda tragedi kosmis-ekologis-lingkungan. Di sinilah umat manusia tidak layak jumawa, angkuh, dan congkak. Tetapi, senantiasa harus rendah hati dan saling-menghormati dan saling-menghargai. Ekstresmisme, eksklusivisme, narsisme, dan sikap-sikap anti-sosial bisa jadi merupakan akar kerapuhan dan kerusakan kelangsungan kehidupan di bumi. Dalam jangka panjang – langsung atau tak langsung – hal tersebut menyumbang bagi terjadinya tragedi kosmis-ekologis-lingkungan sekaligus patahan sejarah kebudayaan dan peradaban.

Untuk itu, pandangan-pandangan dan pikiran-pikiran yang condong merasa paling benar atau benar-sendiri dan anti-sosial ekologis dan anti-sosial kultural harus ditolak. Kita harus menumbuhkan pikiran dan pandangan saling mengakui, saling menghormati, dan saling menghargai demi kelangsungan kehidupan di bumi agar tragedi kosmis-ekologis-lingkungan tidak memusnahkan umat manusia pada masa depan. Berani? Mari kita selamatkan bumi, kita rawat bersama alam semesta.

Baca artikel asliLanggar.co
Media partener Beritabaru.co