Kasus COVID China Membanjiri Rumah Sakit
Berita Baru, Internasional – Dalam lebih dari tiga dekade pengobatan darurat, dokter Howard Bernstein yang berbasis di Beijing mengatakan, dia belum pernah melihat yang seperti ini.
Pasien berdatangan ke rumah sakitnya dalam jumlah yang terus meningkat, hampir semuanya lansia dan banyak yang sangat tidak sehat dengan gejala COVID dan pneumonia.
Kesaksian Bernstein mencerminkan kesaksian serupa dari staf medis di seluruh China yang berjuang untuk mengatasi setelah perubahan mendadak yang dilakukan China pada kebijakan COVID yang sebelumnya ketat bulan ini diikuti oleh gelombang infeksi nasional.
Ini adalah wabah terbesar di negara itu sejak pandemi dimulai di pusat kota Wuhan tiga tahun lalu. Rumah sakit dan krematorium pemerintah Beijing juga mengalami kesulitan bulan ini di tengah permintaan yang tinggi.
“Rumah sakit kewalahan dari atas ke bawah,” kata Bernstein sebagaimana dilansir Reuters, Senin (26/12/22).
“ICU penuh,” demikian juga unit gawat darurat, klinik demam, dan bangsal lainnya, katanya.
“Banyak dari mereka dirawat di rumah sakit. Mereka tidak membaik dalam satu atau dua hari, jadi tidak ada aliran, dan oleh karena itu orang terus datang ke UGD, tetapi mereka tidak bisa naik ke kamar rumah sakit,” tambahnya.
“Mereka terjebak di UGD selama berhari-hari.”
Dalam sebulan terakhir, Bernstein beralih dari tidak pernah merawat pasien COVID menjadi mengunjungi lusinan pasien sehari.
“Tantangan terbesar, sejujurnya, adalah saya pikir kami tidak siap untuk ini,” katanya.
Sonia Jutard-Bourreau, 48, kepala petugas medis di Rumah Sakit swasta Raffles di Beijing, mengatakan jumlah pasien lima hingga enam kali lipat dari jumlah normal, dan usia rata-rata pasien sekitar 40 tahun menjadi lebih dari 70 tahun dalam rentang waktu satu tahun pekan.
“Profilnya selalu sama,” katanya.
“Itu sebagian besar pasien belum divaksinasi.”
Para pasien dan kerabat mereka mengunjungi Raffles karenanya rumah sakit setempat “kewalahan”.
Jutard-Bourreau mengatakan hal itu juga dikarenakan mereka ingin membeli Paxlovid, pengobatan COVID buatan Pfizer.
“Mereka menginginkan obat itu seperti pengganti vaksin, tetapi obat itu tidak menggantikan vaksin,” kata Jutard-Bourreau, seraya menambahkan bahwa ada kriteria ketat kapan timnya bisa meresepkannya.
Jutard-Bourreau, yang seperti Bernstein telah bekerja di China selama sekitar satu dekade, khawatir gelombang terburuk di Beijing ini belum tiba.