Kalau Poligami “Didukung Perda”, Bagaimana Nasib Abang/Mas Jomblo?
Kalau Poligami “Didukung Perda”, Bagaimana Nasib Abang/Mas Jomblo?
Oleh: Dwi Lestari
Opini, – Ikut terbawa suasana saat ada kabar pemerintah Banda Aceh akan melegalkan Poligami dan membuat perda husus, qanun. Rasa-rasanya, peraturan pemerintah kok sangat menguntungkan laki-laki sekali. Ini sisi emosional seorang perempuan saat membaca kabar akan dilegalkannya poligami.
Saya perempuan, tentu saat mendengar kabar itu memikirkan banyak hal. Bagaimana dengan nasib perempuan-perempuan ini kelak. Termasuk saya yang belum menikah.
Saya yakin, setiap perempuan itu, pengen menikah sekali dalam seumur hidup. Merasakan jatuh cinta dan patah hati bisa puluhan kali. Tapi janganlah kita merasakan nikah berkali-kali, atau nikah sekali tapi berbagi rasa suami dengan perempuan lain. Saya sih ogah.
Pacar selingkuh saja, minta putus. Apalagi suami, dirasakan perempuan lain. Ogah dong. Jauh-jauh pacar selingkuh. Pacar tanpa ada kesepatakan, memboncengkan perempuan lain saja, rasanya getir woeee. Apalagi dipoligami.
Ini sih subyektif saya sih, sebagai seorang perempuan yang belum menikah. Karena kabar akan dilegalkannya poligami itu cukup tidak mengenakkan. Tidak menguntungkan dari sisi perempuan.
Memang dikabar itu dijelaskan, akan diatur syarat menikah, akan ada tes kesehatan, ada status yang sah secara administrasi Negara untuk perempuan yang dipoligami, termasuka buah hati keduanya juga akan mendapatkan status sah, kelak. Lantas, apakah itu saja keuntungan yang didapat seorang perempuan dari poligami?. Hemmm…
Dengan alasan itu, poligami dirasa pro perempuan. Oh, tidak. Kasus di Aceh, poligami itu sudah wajar dilakukan laki-laki. Walau pun tanpa izin istrinya yang sah. Suami tetap melakukan poligami dengan nikah siri–hemmm… sungguh rasanya saya ingin mengumpat!. Lalu kini akan melagalkan poligami adalah cara terbaik untuk membantu para perempuan disana? Entahlah.
Saat poligami kelak dilegalkan, prediksi saya, akan banyak lelaki yang sudah beranak, beristri berani melamar para gadis. Kejadian ini sempat melanda teman saya. Sebut saja namanya bunga.
Bunga adalah temanku. Dia cukup lama menjomblo karena karena putus dengan pacarnya 5 tahun yang lalu. Dia seorang perempuan pekerja keras, dan memiliki karir yang bagus di dunia akademis. Keadaan dia yang menjomblo lama ini, pada suatu sore menyedot perhatian seorang lelaki.
Di suatu sore itu datanglah seorang lelaki ke rumah bunga. Pada awalanya si lelaki berdalih ingin silaturamih. Waktu demi waktu berlalu, dan obrolan-demi obrolah pun terjalin. Saat mengetahui kebenaran, bahwa bunga masih jomblo. Si lelaki ini memberanikan diri untuk melamar si bunga.
Orang tua bunga pun kaget. Kenapa dengan tiba-tiba ada lelaki datang dan ingin melamar anaknya. Si lelaki ini cukup kuat mentalnya. Karena dia memang mengaku sudah memiliki satu istri dan satu anak. Mengejutkan.
Saya akui, lelaki ini cukup punya nyali yang kuat, dan berani. Tapi menikah itu tidak cukup dong, untuk memutuskan menikah hanya dengan nyali yang kuat dan berani dari seorang lelaki. Akan banyak pertimbangan tentunya. Terutama saat lelaki sudah memiliki istri dan anak.
Sebagai seorang perempuan juga, tentu bunga juga memikirkan perasaan istri si lelaki itu. Entah istri atau pasangan lelaki itu seorang perempuan atau tidak. Tentu saat dulu, keduanya memutuskan menjadi pasangan, keduanya saling mencintai, dan mungkin tidak pasangannya ini tidak ingin dimadu, atau berbagi suami dengan perempuan lain.
Si lelaki itu, mau melamar bunga dengan berdalih sebagai bagian dari takdir dari Tuhan. Itu dibuktikan dengan menjelaskan kondisi bunga yang lama menjomblo, dan sampai saat itu belum ada yang meminang.
Secara fakta, kenyataan, memang bunga masih jomblo dan belum ada yang datang meminang. Namun tidak juga, lantas itu takdir bunga menjadi istri keduanya dia. Aduhhh…. pengen ngumpat lagi aku tuh!.
Keadaan-keadaan demikian, jika terdukung oleh pelegalan poligami, wah akan semakin banyak para lelaki (libidinal) datang ke rumah para gadis untuk melamar.
Saya ikutan was-was kalau para lelaki lajang akan semakin tidak laku di kancah persaingan pasar pernikahan. Karena kalah saing dengan para-para lelaki yang sudah beristri dan beranak. Ada kemungkinan orang yang sudah beristri dan beranak sudah lebih mapan secara material. Tentu akan sangat berat, pesaing para lelaki lajang kalau dengan orang-orang sudah mapan secara ekonomi dan mental. Ya kan sudah terbukti, dan teruji. Sudah bisa menghidupi istri, menghamili istri dan menghidupi anak.
Poligami dilegal atau tidak, yang jelas saya secara subyektif tidak pernah setuju. Meskipun dalam agama saya (muslim) membolehkan. Jika masih ada lelaki yang lajang kenapa harus memilih lelaki yang beristri dan beranak. Walau pun sudah terbukti kemahirannya dalam menghamili perempuan, menghidupi perempuan dan anak.
Kebayang gak sih, para keluarga yang poligami, yang gonta-ganti pasangan. Pastinya saat si lelaki memiliki lebih dari satu istri, akan melakukan hubungan seksual dengan semua istrinya dong. Dengan catatan bergantian ya. Gak mungkin dong, bebarengan. Apakah mereka para keluarga poligami itu tidak memikirkan resiko penyakit menular kelamin?. Hemm..
Penyakit menular kelamin bisa terjadi pada siapa saja. Terutama pada orang-orang yang sudah seksual aktif. Artinya kepada siapapun yang sidah melakukan hubungan seksual. Terutama yang gonta-ganti pasangan seks. Orang yang gonta-ganti pasangan seks tentu lebih memiliki resiko lebih tinggi. Karena tidak terkontrol perilaku seks dari pasangan yang baru.
Penyakit menular kelamin itu bisa terjadi karena virus, bakteri dan parasite. Untuk penyakit menular kemalin yang dikarena virus seperti halnya Human Papilloma Virus (HPV), Human Immunodeficiency Virus (HIV), Virus Herpes Simplex (HSV), Hepatitis B, dan C, Herpes Virus-8 manusia (HHV-8). Sedangkan dari bakteri seperti sipilis, gonore, dan chlamydia. Sedangkan yang dari parasit itu karena kutu kelamin, kudis, serangga. Oh, tentu tidak ada manusia yang mau terinvensi segala penyakit itu.
Itulah kenapa, saya pribadi tidak pernah setuju dengan adanya poligami. Resiko tertular penyakit kelamin itu lebih besar. Belum resiko-resiko lain. Seperti resiko rasa cemburu dengan istri yang lain, mendapatkan perlakukan yang tidak adil. Pokoknya banyaklah.
Jangan dikira cemburu bukanlah perasaan rasa sakit. Tidak mungkilah, tidak merasakan cemburu pada suami yang sedang berbedua-duaan dengan perempuan lain selain dirinya. Ya walau ini hanya sebatas subyektif saya ya. karena mungkin saja diluar sana masih banyak perempuan-perempuan yang mau dimadu, dijadikan istri kedua, dan mungkin istri-istri yang kesekiannya dari lelaki.
Tapi yang perlu digaris bawahi dalam pernikahan pola pologami, bagi saya pribadi tidak ideal dalam banyak aspel. Baik aspek kesehatan seksual atau pun aspek kesehatan psikis ya. Seperti yang sudah saya jelaskan di paragraph sebelumnya, bahwa setiap orang yang sudah seksual aktif, akan memiliki resiko terkena penyakit kelamin. Dan memiliki resiko psikologisnya tertekan karena rasa cumburu, sakit hati melihat perilaku suaminya yang mempoligami dirinya.
Orang yang hanya memiliki satu istri saja memiliki resiko terikena penyakit kelamin. Apalagi lelaki yang memiliki lebih sari satu suami. Istri tidak berbagi suami saja sudah mengalami cemburu, dan sakit hati saat melihat suaminya berdekatan dengan perempuan lain. Apalagi ini, si suaminya setiap hari akan selalu membagi segala sesuatu yang dimiliki dengan istri-istrinya yang lain. Pasti akan beresiko lebih tinggi.
Dwi Lestari, Berasal dari Tuban Jawa Timur. Kini ia tinggal di Yogyakarta dan menjadi Volunteer Riset PKBI DIY.