Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jikalahari: UU Ciptaker Legalkan Kejahatan Korporasi

Jikalahari: UU Ciptaker Legalkan Kejahatan Korporasi



Berita Baru, Pekanbaru, – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendukung surat penolakan Gubernur Riau dan DPRD Provinsi Riau terhadap UU Cipta Kerja.

“Meski terlambat, ini patut diapresiasi, namun pemerintah daerah perlu juga memberikan catatan kritis atas tindakan represif Polda Riau dalam mengamankan aksi Koalisi Rakyat Riau pada 8 Oktober 2020 dalam #riautolakomnibuslaw #mositakpercaya,” kata Koordinator Jikalahari, Made Ali dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/10).

Selama aksi berlangsung, Made mengatakan pihaknya menyaksikan polisi menembakkan water canon, gas air mata, serta memukul peserta demonstran.

“Ada yang kakinya patah, pingsan, berlarian sambil terjatuh, terinjak peserta yang lari,” tegasnya.

“Yang terkena gas air mata mengalami sesak nafas sesaat. Saya sendiri terkena gas air mata hingga hampir pingsan. Solidaritas memberi air dan odol yang menyelamatkan saya dari paparan gas air mata,” imbuhnya.

Sementara itu, Okto Yugo, Wakil Koordinator Jikalahari yang juga hadir dalam aksi mengalami hal sama, juga menyaksikan banyaknya korban yang pingsan, kebanyakan mahasiswi, akibat menghirup gas air mata yang ditembakan aparat kepolisian. Bukan hanya korban yang pingsan, juga terdapat korban yang mengalami patah kaki dan  harus ditandu oleh rekan-rekannya.

“Polisi terlalu cepat merespon teriakan demonstran dengan water canon dan gas air mata. Saya terpapar gas air mata menyebabkan sesak nafas dan mata perih,” kata Okto Yugo.

Omnibuslaw Melegalkan Kejahatan Korporasi

Bukan saja DPRD dan Gubernur Riau meneruskan surat aspirasi #riautolakomnibuslaw justru harus yang pertama menolak omnibuslaw. Pasalnya hasil kerja Pansus Monitoring Evaluasi Perizinan DPRD Riau 2015 yang menemukan 1,8 juta hektar sawit illegal yang terdiri dari 378 perusahaan di Riau dan temuan Satgas penertiban sawit illegal bentukan Gubernur Riau 2019 yang menggunakan APBD menjadi sia-sia, karena tidak bisa ditindak secara hukum. Padahal kerugian yang ditimbulkan sangat besar, mulai dari kerugian Negara sebesar Rp 37 triliun pertahun, karhutla, banjir dan konflik yang memiskinkan masyarakat adat dan tempatan.

Temuan Jikalahari dan Pansus DPRD Provinsi Riau 2015 berupa 378 perusahaan sawit berada dalam kawasan hutan tanpa izin dari pemerintah melalui pasal 110A ayat 1 diberi waktu 3 tahun untuk mengurus izin meskipun telah melakukan tindak pidana. Artinya selama 3 tahun 378 perusahaan sawit tersebut tidak bisa dipidana, karena ada pilihan bagi perusahaan untuk memenuhi persyaratan agar menjadi legal.

378 perusahaan sawit illegal ini sebelumnya telah dilaporkan ke Polda Riau oleh Pansus DPRD Riau, lalu Jikalahari bersama KRR juga melaporkan ke Polda Riau, tapi tidak pernah ada perkembangan penyidikan maupun penyelidikan dari Polda Riau.

“Polda Riau membiarkan kejahatan perusakan lingkungan hidup dan hutan hingga menyebabkan banjir dan karhutla,” pungkasnya.