JATI Dorong Pemulangan Mary Jane Veloso melalui Transfer of Prisoner
Berita Baru, Jakarta – Jaringan Tolak Hukuman Mati (JATI), koalisi masyarakat sipil yang mendukung penghapusan hukuman mati, mengapresiasi langkah diplomasi Pemerintah Indonesia dan Filipina dalam kasus Mary Jane Veloso (MJV). Kesepakatan untuk menggunakan mekanisme Transfer of Prisoner demi memindahkan Mary Jane ke Filipina dinilai sebagai tonggak penting dalam perjuangan keadilan yang telah berlangsung selama hampir 15 tahun.
“Kami melihat ini sebagai perkembangan yang signifikan. Transfer ini memberikan peluang agar hak-hak Mary Jane dihormati sepenuhnya, sekaligus membuka jalan untuk mendengar kisahnya sebagai korban perdagangan manusia,” ujar JATI dalam pernyataan resmi yang diterbitkan oleh ICJR pada Kamis (21/11/2024).
Mary Jane Veloso, seorang pekerja migran asal Filipina, telah menunggu eksekusi hukuman mati selama lebih dari 14 tahun di Indonesia. Ia konsisten menyatakan bahwa dirinya adalah korban perdagangan manusia. Bukti-bukti baru yang diajukan di Filipina mengungkapkan kelemahan dalam proses peradilan yang menjeratnya.
“Kasus Mary Jane mencerminkan ketidakadilan yang sering dihadapi oleh kelompok rentan. Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa hukuman mati tidak menyelesaikan akar masalah kejahatan, melainkan hanya melanggengkan siklus kekerasan,” tambah JATI.
Dalam siaran persnya, JATI mendesak agar Pemerintah Indonesia dan Filipina segera menyusun langkah-langkah konkret dengan linimasa yang terukur untuk memindahkan Mary Jane ke Filipina. Mereka juga meminta agar Filipina memperlakukan Mary Jane sebagai korban perdagangan manusia, termasuk memfasilitasi hak-haknya untuk mendapatkan dukungan hukum dan psikologis.
“Pemerintah Filipina memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa Mary Jane dapat membangun kembali kehidupannya di negara asal tanpa ancaman hukuman mati, sebagaimana mandat hukum HAM internasional,” tegas JATI.
JATI juga menyerukan revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di Indonesia. Mereka menilai undang-undang ini sering kali mengabaikan prinsip fair trial dan menyasar korban perdagangan manusia. Selain itu, JATI mendorong penghapusan hukuman mati dalam hukum pidana nasional, termasuk pelaksanaan perubahan hukuman mati menjadi hukuman yang lebih ringan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
“Mary Jane tidak sendirian. Ada banyak korban perdagangan manusia lain, baik warga negara Indonesia maupun asing, yang terjerat hukuman mati karena menjadi kurir narkotika akibat eksploitasi. Pemerintah Indonesia harus belajar dari kasus ini untuk mencegah kasus serupa di masa depan,” tutur JATI.
Mary Jane Veloso menjadi simbol ketangguhan para korban perdagangan manusia. Ia menunjukkan bagaimana hukum yang keras tanpa mempertimbangkan latar belakang pelaku hanya menciptakan lebih banyak korban. Kasus ini kembali menegaskan pentingnya perlindungan bagi pekerja migran dan korban eksploitasi.
“Transfer of Prisoner Mary Jane adalah langkah awal. Namun, pekerjaan besar masih menanti untuk mereformasi sistem hukum dan memastikan bahwa tidak ada lagi korban yang terjebak dalam hukuman mati,” pungkas JATI.