JATAM: Poco Leok Mencekam, Pemerintah dan PLN Mobilisasi Aparat Keamanan untuk Perluasan Operasi Tambang Geothermal
Berita Baru, Flores – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai bahwa aktivitas survey topografi akses jalan dan pemasangan perangkat keras berupa antena deteksi untuk pengembangan proyek tambang geothermal Ulumbu Unit 5 dan Unit 6 membuat warga Pocoleok, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur dalam kondisi mencekam.
“Kondisi mencekam sedang dialami warga Pocoleok, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Sejak tanggal 8 Februari 2023, setiap hari kampung warga didatangi aparat TNI dan kepolisian yang mengamankan aktivitas PLN UIP Nusa Tenggara, Dinas PUPR dan PLTP Ulumbu,” kata Kepala Divisi Hukum JATAM Muh. Jamil dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/2).
Menurutnya, aktivitas lapangan itu terjadi dalam berbagai kesempatan. PLN UIP Nusa Tenggara menyatakan bahwa pembangunan PLTP Ulumbu direncanakan memanfaatkan tujuh area pengeboran, diantaranya lima area sumur produksi dan dua sumur injeksi.
“Warga melakukan aksi penolakan atas aktivitas pengembangan PLTP Ulumbu ini. Penolakan ini bukan tanpa alasan,” kata Jamil.
Warga Poco Leok, Servasius Masyudi menuturkan, masyarakat setempat sudah merasakan bagaimana daya rusak dari aktivitas PLTP Ulumbu yang sudah terjadi sebelumnya, sejak geothermal Ulumbu beroperasi pada 2012 lalu.
“Mulai dari terganggunya kesehatan warga, produktivitas tanaman pertanian/perkebunan menurun drastis, seng-seng rumah dan sekolah karatan, longsor, retakan tanah, hingga potensi konflik sosial akibat pembebasan lahan secara sepihak,” ujarnya.
Meski demikian, lanjut Agustinus Sukarno yang juga Warga Poco Leok, pihak perusahaan dan pemerintah terus melakukan survei secara diam-diam tanpa sepengetahuan warga.
“Warga, yang tidak mendapat informasi menyeluruh tentang rencana aktivitas pengembangan PLTP, khawatir tanah milik dan tanah ulayat adatnya tergusur, berikut model fracking dalam operasi geothermal yang bisa memicu gempa picuan, berpotensi menyebabkan bencana bagi warga, mengingat kampung-kampung di Pocoleok persis berada di lereng pegunungan,” tuturnya.
Adapun Kepala Kampanye JATAM, April Perlindungan menegaskan bahwa sejak awal perusahaan hanya mengobral janji kesejahteraan pada warga. Namun faktanya, hingga tahun 2022, hanya tujuh orang warga lokal bekerja di PLTP Ulumbu.
“Padahal mayoritas warga sudah merasa nyaman dan sejahtera dengan mengandalkan pertanian warisan leluhurnya,” katanya.
Menurut April Perlindungan, Berulang kali warga dari 10 Gendang (kampung adat) melakukan penolakan atas berbagai aktivitas perusahaan. Hingga pada aksi 17 Februari lalu, kedua belah pihak menyepakati bahwa aktivitas survey geothermal di lahan pemukiman dihentikan.
“Namun pihak perusahaan mengabaikan kesepakatan tersebut, hingga hari ini masih melakukan survei, bahkan dengan memobilisasi aparat,” katanya.
Untuk itu, JATAM dengan tegas mengecam keras tindakan pemerintah, PLN, aparat TNI dan Polisi yang telah mengganggu ketenangan warga Poco Leok dengan melakukan survei akses jalan bagi perluasan pengeboran geothermal.
Kedua, mendesak Panglima TNI dan Kapolri untuk menertibkan pasukannya, dengan segera tarik mundur dari lokasi, serta segera berikan sanksi tegas pada anggota yang melanggar hukum.
Ketiga, mengultimatum PT PLN dan Kementerian ESDM agar segera menghentikan seluruh aktivitas di lapangan dan wajib menghormati hak warga yang telah melakukan penolakan.
Selanjutnya, JATAM juga mendesak KLHK dan Kementerian ESDM untuk segera melakukan audit menyeluruh atas operasional geothermal Ulumbu yang telah menimbulkan daya rusak yang dahsyat bagi warga dan lingkungan.
“Mendukung dan menyatakan solidaritas terhadap warga yang menolak aktivitas korporasi geothermal sebagai bagian dari upaya memperjuangkan hak atas tanah dan lingkungan hidup yang bersih dan sehat, serta keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi,” pungkas JATAM.