Ini Alasan Menteri Keuangan India Mencemooh Komentar Obama Tentang Pentingnya Melindungi Hak-Hak Minoritas Muslim
Berita Baru, New Delhi – Menteri Keuangan India mencemooh komentar Obama tentang pentingnya melindungi hak-hak minoritas Muslim, dengan menuduh mantan Presiden AS Barack Obama sebagai seorang yang munafik.
Selama kunjungan negara Perdana Menteri Narendra Modi ke Amerika Serikat (AS) pekan lalu, Obama mengatakan kepada CNN bahwa isu “perlindungan minoritas Muslim di India yang mayoritas Hindu” layak dibahas dalam pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden.
Obama mengatakan tanpa perlindungan tersebut, ada “kemungkinan besar bahwa India pada suatu saat mulai terpecah belah”.
Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharaman, mengaku terkejut bahwa Obama membuat komentar seperti itu ketika Modi sedang berkunjung ke AS dengan tujuan memperdalam hubungan.
“Ia mengomentari Muslim India … yang telah membom negara-negara mayoritas Muslim dari Suriah hingga Yaman … selama masa kepresidenannya,” kata Sitharaman dalam konferensi pers pada hari Minggu (25/6).
“Mengapa seseorang harus mendengarkan tuduhan dari orang-orang seperti itu?” tambahnya, dikutip dari Reuters.
Departemen Luar Negeri AS telah mengungkapkan keprihatinan terhadap perlakuan terhadap Muslim dan minoritas agama lainnya di India di bawah partai nasionalis Hindu Modi.
Pemerintah India mengatakan bahwa semua warga negara diperlakukan secara setara.
Biden mengatakan ia membahas hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi lainnya dengan Modi selama pembicaraan mereka di Gedung Putih.
Modi, dalam konferensi pers bersama Biden pekan lalu, membantah adanya diskriminasi terhadap minoritas di bawah pemerintahannya.
“Kami telah membuktikan bahwa demokrasi dapat memberikan hasil. Ketika saya mengatakan memberikan hasil, tidak peduli suku, agama, jenis kelamin – tidak ada tempat bagi diskriminasi apapun [di pemerintahan saya],” kata Modi kepada wartawan di Gedung Putih.
“Demokrasi adalah semangat kami,” tambah Modi. “Demokrasi mengalir dalam pembuluh darah kami. Kami hidup dalam demokrasi, dan leluhur kami sebenarnya telah menggambarkan konsep ini.”
Pemimpin berusia 72 tahun itu telah dituduh memimpin Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa dengan meloloskan undang-undang anti-Muslim dan menerapkan kebijakan anti-Muslim.
Termasuk di antaranya adalah undang-undang kewarganegaraan dan pengakhiran status khusus Kashmir yang dikelola India, satu-satunya wilayah di India yang mayoritas Muslim, pada tahun 2019.
Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan undang-undang kewarganegaraan tersebut sebagai “fundamentally discriminatory” karena mengesampingkan migran Muslim.
Para kritikus juga menyoroti undang-undang anti-konversi yang menantang hak konstitusional yang dilindungi untuk kebebasan beragama.