Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Indonesia Terima Rp3,05 Triliun dari Tax Amnesty Jilid II
Ilustrasi : Istimewa

Indonesia Terima Rp3,05 Triliun dari Tax Amnesty Jilid II



Berita Baru, Jakarta – Negara mengantongi Rp3,05 triliun dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty Jilid II per Senin (14/3). Setoran itu berupa pajak penghasilan (PPh) yang berasal dari pengungkapan harta bersih senilai Rp29,56 triliun.

Berdasarkan situs resmi DJP, Senin (14/3), wajib pajak yang mengikuti tax amnesty jilid II sebanyak 22.448. Dari total tersebut, DJP telah mengeluarkan 25.283 surat keterangan.

Sementara, deklarasi dari dalam negeri dan repatriasi yang dilakukan oleh wajib pajak sebesar Rp25,98 triliun dan deklarasi luar negeri sebesar Rp1,73 triliun.

Dari total tersebut, dana yang diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) sebesar Rp1,84 triliun.

Sebagai informasi, Kebijakan soal tax amnesty jilid II tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang direktur jenderal pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.

Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Hal itu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Harta yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015. Nantinya, harta bersih itu akan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan PPh final.

PPh final akan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Tarif itu terdiri dari 6 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan diinvestasikan untuk kegiatan usaha sektor pengolahan SDA, EBT, dan SBN.

Lalu, 8 persen atas harta bersih yang berada di dalam negeri dan tidak diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN. Selanjutnya, 6 persen atas harta bersih yang berada di luar Indonesia dengan ketentuan bahwa akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia serta diinvestasikan untuk sektor SDA, EBT, dan SBN.