Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

INDEF Sarankan Pemerintah Bebankan Biaya Tinggi untuk Barang Impor di E-Commerce
(Foto: Istimewa)

INDEF Sarankan Pemerintah Bebankan Biaya Tinggi untuk Barang Impor di E-Commerce



Berita Baru, Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memberikan saran kepada pemerintah untuk menerapkan biaya administrasi tinggi pada barang impor yang dijual di platform e-commerce dan social commerce seperti TikTok Shop.

Peneliti INDEF, Nailul Huda, menekankan perlunya pengaturan ini dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).

“Pembatasan barang-barang impor perlu dilakukan dengan memberlakukan biaya administrasi lebih tinggi, tanpa pemberian voucher gratis ongkos kirim atau cashback,” ujar Nailul Huda di Jakarta.

Lebih lanjut, Nailul mengungkapkan bahwa langkah ini bertujuan untuk melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal dari ancaman barang impor yang semakin meresap ke pasar dalam bentuk e-commerce dan social commerce. Ia menyarankan agar biaya administrasi impor bisa dikenakan dua kali lipat dari biasanya.

Tak hanya itu, INDEF juga mendorong agar revisi Permendag 50/2020 mencakup regulasi terkait sosial commerce, termasuk Project S TikTok, karena saat ini beleid tersebut hanya berlaku untuk perdagangan di e-commerce. Selain itu, Nailul juga meminta perbaikan dalam pendataan barang impor yang dijual di e-commerce dan social commerce dengan memisahkan etalase barang impor dan lokal.

Menanggapi hal ini, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki, menyampaikan kekhawatirannya terhadap banjirnya barang impor yang berpotensi merugikan UMKM lokal, termasuk melalui Project S TikTok Shop. Teten menyatakan bahwa algoritma TikTok dapat membaca kebiasaan penggunanya dan memberikan data kepada produsen UMKM di China untuk memasarkan produknya di Indonesia.

“Kita sudah perdagangan bebas, tapi saya kira setiap negara juga perlu melindungi UMKM, jangan sampai kalah bersaing,” ujar Teten.

Oleh karena itu, Menkop UKM meminta Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, untuk merevisi Permendag 50/2020 karena tak lagi relevan. Usulan yang disampaikan termasuk menyetop perdagangan online cross-border melalui e-commerce agar barang langsung dijual di Indonesia dengan izin yang telah diberikan, serta membatasi harga produk impor minimal US$100 dolar agar produk teknologi rendah tidak bersaing dengan produk UMKM lokal.