Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

ICW: Polisi Habiskan Rp188,9 Miliar untuk Beli Gas Air Mata

ICW: Polisi Habiskan Rp188,9 Miliar untuk Beli Gas Air Mata



Berita Baru, Jakarta – Aksi #PeringatanDarurat yang digelar pada 22 Agustus 2024 di berbagai wilayah meninggalkan masalah serius, terutama terkait penggunaan gas air mata secara berlebihan oleh Kepolisian. Aksi ini diinisiasi oleh kelompok masyarakat yang menuntut agar pemerintah dan DPR tidak memanipulasi aturan untuk memperpanjang politik dinasti Presiden Joko Widodo. Namun, protes damai ini direspons dengan tindakan represif oleh Kepolisian, yang secara serampangan menembakkan gas air mata sehingga menyebabkan korban.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap bahwa Kepolisian telah melakukan pembelian gas air mata sebanyak lima kali dalam periode Desember 2023 hingga Februari 2024, dengan total anggaran mencapai Rp188,9 miliar. Dana ini tersebar di dua satuan kerja, yaitu Korbrimob Polri dan Korsabhara Baharkam Polri.

ICW menemukan tiga permasalahan utama terkait pengadaan gas air mata oleh Polri. Pertama, Polri dinilai melanggar kewajiban untuk membuka informasi pengadaan, terutama kontrak pembelian gas air mata. Sejak Agustus 2023, ICW bersama KontraS dan Trend Asia telah meminta Polri untuk membuka kontrak tersebut, namun Polri menolak. “Ketertutupan informasi ini mengindikasikan adanya sesuatu yang disembunyikan oleh Polri dan berpotensi menimbulkan kecurigaan adanya korupsi,” ujar perwakilan ICW.

Kedua, tidak adanya transparansi dalam pertanggungjawaban penggunaan gas air mata. Berdasarkan penelusuran ICW, dari lima paket pengadaan, hanya satu paket yang mencantumkan jumlah amunisi yang dibeli, yaitu sebanyak 38.216 peluru. Sedangkan empat paket lainnya tidak memberikan rincian yang jelas. Ketidakjelasan ini menyulitkan publik untuk menilai akuntabilitas penggunaan gas air mata, terutama saat digunakan secara brutal. “Tanpa pertanggungjawaban, ada kemungkinan gas air mata kedaluwarsa digunakan, seperti yang terjadi pada tragedi Kanjuruhan,” tambah ICW.

Ketiga, ICW mempertanyakan alasan di balik pembelian gas air mata dalam situasi yang tidak mendesak. ICW mencurigai bahwa pembelian tersebut terkait dengan upaya membungkam kritik masyarakat sipil menjelang tahun politik 2024. “Kritik publik yang meningkat adalah konsekuensi dari kompetisi politik yang tidak sehat. Namun, respon Polri yang dangkal adalah menyakiti masyarakat dengan gas air mata,” ungkap ICW, menambahkan bahwa pembelian ini menunjukkan ketidaktepatan dalam penggunaan anggaran negara.

Berdasarkan temuan ini, ICW mendesak agar:

  1. Polri segera menghentikan penggunaan gas air mata terhadap massa aksi dan kelompok masyarakat.
  2. Polri membuka dokumen kontrak pembelian gas air mata senilai Rp188,9 miliar yang bersumber dari pajak warga.
  3. Polri mengungkap laporan pertanggungjawaban penggunaan gas air mata sejak 2019 hingga 2024.
  4. Polri menghentikan pembelian gas air mata sampai seluruh dokumen kontrak dan laporan pertanggungjawaban dipublikasikan.
  5. Komisi Informasi Pusat segera menindaklanjuti pengajuan sengketa informasi keterbukaan pengadaan gas air mata Polri.

Desakan ini menjadi penting mengingat perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara, terutama ketika menyangkut alat yang digunakan untuk mengendalikan massa aksi.