Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Karya Seni

Hilangnya Seni Membeli Karya Seni



Noah Charney

Noah Charney menulis kolom reguler di Lost Art untuk The Art Newspaper. Juni ini dia sedang mengadakan kampanye Kickstarter untuk sebuah buku edisi terbatas yang hanya tersedia bagi para pendukungnya.


Bagaimana pengalaman mengoleksi karya seni akan berubah setelah pandemi corona?

Perubahan itu terjadi dengan sendirinya selama pandemi corona, pembelian normal atas berbagai barang telah bergeser dari semula orang-orang berkeliling ke dalam toko riil ke pembelian daring yang aman dan berjarak. Ini pula yang terjadi pada kasus seni rupa sebagaimana halnya dengan belanja bahan makanan, buku, ataupun sekarung besar beras. Koki David Chang pendiri Momofuku yang telah menutup dua restorannya secara permanen, memperingatkan bahwa industri tengah menghadapi “tingkat kematian bisnis yang sangat tinggi”. Sebagian besar restoran kecil terpaksa untuk tutup, beberapa akan membuka kembali di periode tertentu pasca corona, sedangkan sebagian lain lenyap selamanya. Dapatkah ini juga terjadi pada galeri seni dan balai lelang fisik di dunia seni rupa?

Booming internet awal dianggap oleh sebagian orang sebagai lonceng kematian bagi galeri fisik dan balai lelang, tetapi sebagaimana Mark Twain pernah mengatakan, rumor kematian ini terlalu dilebih-lebihkan. Ternyata, peralihan orang-orang membeli karya seni secara daring hanya berlaku untuk karya kelas menengah ke bawah, sementara karya-karya seni kelas tinggi tetap menempati ranah elit di galeri-galeri mewah dan balai lelang fisik. Komponen penting ini merupakan fakta bahwa membeli seni kelas tinggi melibatkan konsumsi yang mencolok. Para kolektor seni yang membeli karya kualitas tertinggi senang pergi ke sana secara langsung, untuk melihat dan dilihat. Mereka cukup kaya dan berpengaruh untuk mengatasi badai Covid-19 dan bisnis yang melayani mereka pun akan melakukan hal yang sama. Tidak perlu meneteskan air mata untuk balai lelang Christie’s dan Sotheby’s, maupun untuk Gagosian dan White Cube. Sementara para pemain besar di bisnis seni rupa akan tetap bertahan dan bangkit kembali, balai lelang lokal yang lebih kecil serta galeri-galeri regional akan hanyut saat dunia seni mulai muncul kembali selepas masa isolasi.

Seniman level menengah ke bawah – jumlahnya 99% dalam dunia seni – yang bekerja menjual tiga atau empat karya, tertolong oleh perkembangan internet lebih dari siapapun. Ini merupakan tingkat karya seni dimana seorang kolektor kelas menengah, yang tidak terbang ke London dan Hong Kong untuk menghadiri lelang secara pribadi, mampu membelinya.

Akan tetapi selama pandemi, bahkan para elit tidak lagi berpergian ke berbagai galeri dan balai lelang mewah. Aktivitas lelang telah dihentikan sementara karena melakukan itu melalui Zoom atau telepon tidak memiliki keasikan ala Casino Royale, yakni kecakapan pertunjukan lelang yang dinikmati oleh para penawar dan akan mengarah pada harga tertinggi.

Lalu bagaimana dengan pembelian secara daring? Itu adalah titik fokus yang telah berkembang bahkan sebelum munculnya corona. Namun, siapapun yang ingin berinvestasi dalam seni dan masih mengoleksi selama masa karantina saat ini akan menghadapi banyak pilihan. Karya seni yang tersedia bisa jadi kumpulan yang sangat beragam, dan seringkali mereka yang melakukan pencarian harus memisahkan sendiri “gandum dari sekam”. Beberapa mungkin justru melihat ini sebagai hal yang baik – mereka yang meragukan bagaimana para kurator dan ahli seni yang tidak pernah kamu temui harus menasehatimu mana karya yang bagus dan tidak. Tetapi inilah gaya perdagangan seni di masa lalu. Ragam selera telah menjadi patron pertama mereka, dulu sewaktu seni tidak dibuat secara khusus, tetapi selalu dipesan. Sekarang para pedagang seni telah mengambil alih peran tersebut dari abad 17 dan seterusnya. Akhirnya, banyak pembeli tidak lagi mengandalkan intuisi mereka sendiri, namun bergantung pada para ahli seni untuk mengarahkan mereka karya apa yang seharusnya mereka sukai. Biasanya patron yang baik akan membeli karya langsung dari senimannya, karena lebih murah dan terasa lebih bermanfaat – ibarat membeli sayuran langsung dari petani yang telah merawat dan memanen mereka dibandingkan membeli dari supermarket.

Pandemi ini juga telah menciptakan hubungan simbiosis yang lebih antara galeri dan seniman. Galeri-galeri lebih kecil yang membina seniman mereka sesungguhnya sedang meminta pertolongan, dan pada gilirannya menolong seniman mereka. Ambilah contoh, Mitra Khorasheh, pendiri galeri Signs and Symbols New York. Demi mempromosikan artis-artisnya dan untuk membantu membayar sewa galeri, dia melibatkan mereka untuk menghasilkan dua puluh gambar orisinil dalam bentuk kartu pos. Masing-masing akan dijual dan dikirimkan melalui pos.

Bagian kesenangan dari hubungan simbiosis galeri-seniman ini adalah menggabungkan tidak hanya sebatas karya seni, melainkan juga pengalaman yang menyertainya bersama. Membeli dari sebagian besar galeri daring mengarah pada pengalaman yang sedikit berbeda dengan memesan sesuatu lewat Amazon. Kamu melihat-lihat, mengklik, dan sebuah kotak coklat tiba melalui pos. Pengalaman berada di lokasi yang indah dan menggugah – galeri, balai lelang, studio seniman, bahkan di sebuah tempat yang jauh dari rumah – telah hilang.

Terlebih jika kamu tidak dapat terbang kemanapun dan tidak mampu berjejaring di klub-klub pribadi, berarti kita semua berposisi setara, yakni di rumah di depan laptop. Di hari ini jika kita ingin membeli karya seni, itu haruslah karena kita ingin membeli karya tersebut. Bukan karena kita ingin melihat dan dilihat.


Sumbertheartnewspaper.com
PenerjemahSarah Monica