Harga Minyak Diperkirakan Akan Turun $10 Per Barel
Berita Baru, Internasional – Krona Norwegia (NOK) telah mencapai level “rekor terlemah,” akibat harga minyak global telah terpangkas setengah, sejak awal tahun 2020.
Jarand Rystad dari Norwegia, yang dipandang sebagai salah satu analis minyak terkemuka dunia, telah memperkirakan bahwa harga minyak mungkin akan jatuh lebih jauh dan sektor industri minyak akan menghadapi tahun yang sulit.
“Ini adalah peristiwa paling dramatis yang pernah saya alami. Kemudian Anda dapat memikirkan peristiwa-peristiwa seperti krisis keuangan, Chernobyl dan krisis minyak 1986,” ujar Rystad, CEO dan pendiri Rystad Energy, kepada surat kabar Dagens Næringsliv.
Pada hari Rabu (18/3), harga minyak North Sea turun 14 persen menjadi 24,67 dollar per barel, mencapai titik terendah sejak 2003.
Rystad memperkirakan pandemi virus korona dan “perang harga” antara Arab Saudi dan Rusia untuk mengisi kembali pasokan, memaksa harga turun sampai ke level antara 10-15 dollar per barel.
“Maka kamu harus mematikan katupnya. Kita mungkin harus membayar untuk menghilangkan (produksi) minyak,” Rystad memberanikan diri.
Namun Rystad juga melihat ada sedikit peluang. “Tetapi jika harga minyak ini tetap rendah selama satu setengah tahun, itu akan menjadi dasar terbaik untuk menciptakan lonjakan harga minyak yang sangat besar sesudahnya. Semakin maju kita pergi, semakin besar mundurnya,” komentar Rystad.
Perhitungan Rystad adalah bahwa industri minyak Norwegia menghadapi masa sulit pada 2022/2023.
Norwegia adalah salah satu pengekspor minyak mentah terkemuka dunia. Sektor minyak dan gas (migas) menyumbang sekitar 18 persen dari PDB Norwegia dan seluruhnya 62 persen dari ekspor Norwegia.
Gejolak di pasar minyak internasional membuat Krona Norwegia (NOK) yang sudah melemah, akan lebih melemah ke tingkat yang baru. Dolar telah terapresiasi terhadap krona: di awal tahun 2020, 1 dollar setara dengan NOK 8,76 per, tapi minggu ini menjadi 11,65 NOK per dollar. Ini menandakan krona mencapai “rekor terlemah.” Sebagai perbandingan, dolar bernilai sekitar NOK 6 antara 2009 dan 2014.
Sementara itu, Bjørn Roger Wilhelmsen selaku kepala analis Nordkinn Asset Management mengatakan kepada kantor berita E24, “Itu bisa menjadi lebih lemah. Tidak ada dasar.”
Lalu Joachim Bernhardsen sebagai ahli strategi Nordea Markets mengomentari krisis harga minyak ini, ia mengatakan kepada E24, “Ini tentang OPEC dan Rusia mengumumkan peningkatan produksi. Pasar minyak akan dibanjiri oleh minyak.”
Harga minyak global telah turun dari sekitar 66 dollar di sekitar awal tahun menjadi jauh di bawah 30 dollar setelah kegagalan OPEC+ untuk menyepakati pengurangan produksi di tengah kekhawatiran pandemi virus korona. Ini merupakan penurunan terbesar sejak Perang Teluk 1991.
Krisis harga minyak ini memicu apa yang dilihat banyak orang sebagai perang harga, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Rusia semua bergerak untuk meningkatkan produksi mereka beberapa juta barel per hari.
Sumber | Sputnik News |