GP Ansor Sebut Program Kartu Prakerja Menyalahi Asas Keadilan Sosial
Berita Baru, Jakarta – Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), menyatakan bahwa pandemi coronavirus disease 2019 atau Covid-19 memberi dampak negatif yang besar. Salah satunya akan hilangnya pekerjaan bagi 2,7 juta miliar pekerja di dunia dan 2 juta lebih pekerja di Indonesia.
Atas keprihatinan itulah, pemerintah kemudian meluncurkan program Kartu Prakerja dengan total anggaran Rp20 triliun.
Anggaran tersebut setara dengan 4,9 persen dari anggaran pemerintah dalam menangani Covid-19, sebesar Rp401,5 triliun. Sementara Rp5,6 Triliun dari total anggaran Kartu Prakerja yang akan diberikan kepada 5,6 juta penerima program, justru mengalir ke lembaga-lembaga pelatihan online.
Menyikap hal itu, Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (PP GP Ansor) menyarankan agar program Kartu Prakerja dievaluasi kembali. GP Ansor meminta program tersebut dialihkan untuk program perluasan jaring pengaman sosial yang lebih tepat sasaran.
“Memberikan porsi anggaran yang nilainya begitu besar kepada startup-startup digital di saat krisis kemanusiaan seperti saat ini, bukan saja menunjukkan hilangnya rasa keadilan sosial, (tapi) juga menunjukkan kurang berpihaknya negara kepada masyarakat yang lemah dan dilemahkan (mustadláfin),” kata Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, Kamis (23/4).
Senada, Sekjend GP Ansor, Abdul Rochman (Gus Adung) menilai, program Kartu Prakerja tepat dilaksanakan ketika dalam situasi yang normal. Menurutnya, saat ini yang dibutuhkan bukan pelatihan, melainkan bantuan langsung.
“Kami menilai bahwa program Kartu Prakerja tidak tepat dilaksankan pada saat pandemi, karena yang dibutuhkan bukan pelatihan prakerja, tetapi kebutuhannya adalah bantuan langsung. Ibaratnya, orang sedang lapar kebutuhannya adalah makan bukan lagi pelatihan skill. Program ini, menurut kami tidak efisien, beresiko dan tidak tepat sasara,” ungkap Gus Adung saat konpres peluncuran program Kursus Bahasa Korea Gratis berbasis online, via telekonferensi, Kamis (23/4).
Mengenai besaran biaya Rp1 juta untuk penyedia jasa pelatihan, GP Ansor kompak tidak sepakat. GP Ansor mngatakan program ini menyalahi kepantasan dan keadilan sosial.
“Olah karenya, program Kursus Bahasa Korea gratis ini juga merupakan kritik kepada pemerintah. Tidak tepat rasanya anggaran negara justru masuk kepada startup-startup besar. Di situasi seperti ini, sudah selayaknya kita saling membantu tanpa membebani anggaran negara,” pungkasanya.
Program Kursus Bahasa Korea sendiri dilakasankan buah dari kergajasama GP Ansor, SPPI (Serikat Pekerja Perikanan Indonesia), dan KoreanFirst. Melalui program ini, nantinya para peserta tidak hanya diberi pelatihan bahasa gratis, mereka juga akan mendapat pelatihan kerja dan didampingi sampai mendapat pekerjaan di Korea.