FITRA Nilai Keterbukaan Anggaran di Provinsi Riau kian Memburuk
Berita Baru, Jakarta – Tahun 2020, Forum untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau kembali melakukan penilaian pemerintah daerah se Riau untuk melihat kinerja keterbukaan informasi anggaran proaktive. Hasil penilaian menunjukkan secara umum Pemda se Riau masih berkinerja rendah. Tidak hanya rendah, bahkan dibandingkan penilaian tahun 2018 kinerja keterbukaan informasi anggaran proaktive memburuk.
Pengukuran kinerja keterbukaan informasi anggaran proaktive ini, dilakukan dengan melihat ketersediaan informasi anggaran melalui website pemerintah daerah pada priode 7 – 20 desember 2020. Dokumen / informasi itu meliputi 3 dokumen perencanaan, 8 dokumen proses perencanaan anggaran, 8 dokumen anggaran yang telah ditetapkan dan 2 dokumen atau informasi terkait dengan pertanggungjawaban.
“Studi Fitra Riau menunjukkan, rara-rata nilai Indek kinerja keterbukaan informasi anggaran proaktive se Riau tahun 2020, hanya 0,16. Nilai tertinggi pemerintah Provinsi Riau dengan memperoleh nilai hanya 0,39, masih termasuk rendah,” jelas Triono Hadi, Koordinator Fitra Riau.
Terjadi penurunan kinerja keterbukaan informasi secara umum pemerintah daerah di Riau dalam mempublikasikan informasi anggaran daerah secara proaktive dibandingkan tahun 2018. Tahun 2018 rerata indek adalah 0,23 dengan yang kategori masih rendah. Sementara tahun 2020 bukan mempebaiki kinerja malah justru keterbukaan informasi semakin memburuk.
“Fitra Riau menyangkan kepada sebagian besar daerah di Riau yang mengalami penurunan kinerja, semestinya pemerintah harus memperbaiki kekurangan tahun 2018. Hanya Provinsi Riau dan Kabupaten Indragiri Hulu saja yang mengalami peningkatan kinerja namun juga belum optimal, karena masih kategori rendah,” tegas Triono Hadi.
Menurut FITRA Riau, Kabupaten Kampar, Kuansing, Rokan Hilir, Indragiri Hilir, Meranti adalah daerah dengan nilai yang sangat rendah. Kelima daerah ini publikasi informasi yang diidentifikasi tidak ditemukan dalam layanan informasi pemerintah. Sementara daerah lainnya seperti Pelalawan, Rohul, Bengkalis, dokumen-dokumen yang ditemukan hanya dokumen perencanaan. Sementara dokumen/informasi anggaran tidak ditemukan.
Kondisi ini menunjukkan kotraproduktif dengan semangat pemerintah daerah dalam mendorong teknologi informasi sebagai sarana mendorong perbaikan kinerja pemerintahan. Hampir semua daerah memiliki saranan publikasi informasi berbasis teknologi, namun tidak untuk faasilitas publikasi informasi anggaran.
“Keterbukaan dinyakini sebagai salah satu strategi pencegahan korupsi, namun kondisi ini menunjukkan semangat pencegahan korupsi melalui keterbukaan informasi belum berjalan dengan baik,” lanjutnya.
Untuk itu maka Fitra Riau mendorong agar, kepala daerah (Gubenur, Bupati dan Walikota) harus memastikan peningkatan kinerja keterbukaan informasi publik menjadi agenda kinerja pembangunan dalam rangka reformasi birokrasi dan pencapaian good govenance, melalui peningkatan kinerja PPID di daerah untuk melaksanakan tugas dan fungsi dalam pendokumentasian, pengelolaan dan pelayanan informasi secara proaktif melalui media informasi resmi pemerintah.
Mendorong KPK mensinergikan keterbukaan dalam arena pencegahan korupsi dan mendorong menteri dalam negeri untuk melakukan evaluasi kinerja pemerintah daerah dalam keterbukaan informasi. “Kinerja keterbukaan semestinya dapat dijadikan sebagai indikator dalam menentukan alokasi dana insentif daerah” tegas Triono.