Ekonomi Berjamaah | Catatan Ramadan: Ahmad Erani Yustika
“If you want to walk fast, walk alone. But if you want to walk far, walk together.” Kalimat ini sangat populer dan kerap disitir dalam pidato atau ceramah. Saya tidak tahu persis sumber dari riwayat itu: diucapkan oleh John F. Kennedy atau pepatah dari Afrika. Maknanya kurang lebih, ketika seseorang mau melakukan sesuatu dengan cepat, keberadaan orang lain yang akan membantu bisa jadi malah mengganggu. Sebaliknya, jika ingin mengerjakan sesuatu yang membutuhkan tenaga dan waktu yang panjang, maka diperlukan teman yang bisa saling menunjang. Pada momen seperti ini kebersamaan lebih dibutuhkan.
Islam juga menganjurkan ibadah kolektif. Allah memberikan “insentif” bagi umat yang mau beribadah berjamaah. Pahala salat hanya satu jika dilakukan sendiri, namun berlipat 27 bila dikerjakan secara berjamaah. “Salat berjamaah melampaui salat sendirian dengan (mendapatkan) 27 derajat,” (HR. Bukhari). Itu pula yang menjadi salah satu dasar agar para pemeluk mengutamakan salat di masjid. Mereka yang pergi ke masjid sekaligus juga melakukan syiar: merekatkan relasi satu orang dengan yang lainnya (silaturahmi). Salat sendirian diibaratkan seperti seekor domba yang terpisah dari kawanannya sehingga serigala dengan mudah menerkamnya.
Pada lapangan ekonomi dibuatkan juga dua jalur pilihan: kompetisi atau kolaborasi. Pasar disiapkan menjadi arena bagi siapapun untuk melakukan produksi dan transaksi: tak ada diskriminasi. Tiap orang bersaing dengan aturan yang sama. Pemenang mencetak laba, pecundang keluar arena. Ekonomi jadi kencang, tapi sekaligus timpang. Sebaliknya, kolaborasi ekonomi mengumpulkan individu dengan cita-cita bersama mewujudkan impian. Mereka merumuskan dan mengerjakan aktivitas kolektif: saling menghidupkan, bukan mematikan. Tiap hasil yang diterima dinikmati secara merata oleh partisipan.
Bila individu ditakdirkan sebagai makhluk sosial, maka organisasi ekonomi selayaknya terpantul dari karakter kemanusiaan tersebut. Akidah ekonomi mendorong setiap individu bisa saling bertumpu dan bahu-membahu mengambil inisiatif dan keputusan ekonomi secara kolektif. Tanpa disadari, bangun usaha koperasi merupakan cermin fitrah manusia. Orang berkumpul membangun kesadaran sosial ekonomi bersama supaya mengalami perbaikan nasib. Jika urusan ekonomi disangga berjamaah, maka perkara permodalan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pemasaran bisa dikurung bersama. Inilah iman kepada persekutuan.
Studi yang dilakukan oleh United Nation’s Secretariat (2014) menarik temuannya. 10 negara yang sumbangan koperasinya terbesar terhadap PDB adalah: Selandia Baru, Belanda, Perancis, Finlandia, Luksemburg, Jerman, Irlandia, Italia, Denmark, dan Australia. Benua Eropa dan Australia menjadi rumah koperasi. Negara-negara itu ekonominya mulus sekaligus pemerataannya bagus. Koperasi adalah perlambang ekonomi umat. Manusia berkumpul dalam ikatan solidaritas ekonomi dan sosial yang setara. Seluruh agama mengajarkan lelaku ritual bersama, yang sebetulnya juga menjadi perintah melakukan muamalah (termasuk di bidang ekonomi) secara berjamaah.