Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ekonomi Normatif

Ekonomi Normatif



Ekonomi Normatif

Ahmad Erani Yustika

Guru Besar FEB Universitas Brawijaya Malang.


Pada hari pertama masuk kuliah di kelas Pengantar (Ilmu) Ekonomi, mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi akan diperkenalkan definisi dan perspektif ilmu ekonomi. Sudut pandang ilmu ekonomi dibagi dua: ekonomi normatif dan positif. Lantas, dosen akan menerangkan ekonomi normatif sebagai cara lihat ekonomi yang seharusnya terjadi (what ought to be) berdasarkan panduan nilai (value judgment). Perilaku orang dan kebijakan dinilai secara subyektif berdasarkan kategori baik dan buruk. Contoh dari pernyataan ekonomi normatif adalah: selaiknya penduduk miskin dijamin kebutuhan hidup dasarnya (misalnya sandang, pangan, dan papan).

Sebaliknya, ekonomi positif adalah dimensi untuk mengamati proses dan aktivitas ekonomi bersandarkan fakta, tanpa subyektivitas baik dan buruk (value-free). Kebijakan subsidi warga melarat akan meningkatkan produktivitas ekonomi merupakan ekspresi ekonomi positif. Permintaan terhadap suatu komoditas meningkat setelah harganya turun juga merupakan maklumat ekonomi positif. Pada hampir 90% pengajaran mata kuliah ekonomi, mahasiswa disuapi secara detail ekonomi positif sampai mereka ujian skripsi. Cabang ekonomi positif dipecah lagi menjadi dua: ekonomi deskriptif dan ekonomi teori.

Pada realitas di lapangan sulit memisahkan keterkaitan antara ekonomi normatif dan positif, baik sebagai individu (pelaku ekonomi) atau pengambil kebijakan (produsen regulasi). Sumber nilai ekonomi normatif banyak dipasok dari agama, budaya, keyakinan, norma, dan lain-lain (termasuk ideologi); yang kemudian menegakkan sistem ekonomi (contohnya sistem “social market economy” di Jerman dan negara skandinavia lainnya). Dari situlah kebijakan pajak progresif, pendapatan minimal (universal basic income), dan ragam subsidi kebutuhan dasar disusun. Kebijakan itu lalu memengaruhi individu dalam aktivitas ekonomi (positif).

Tahapan semacam itulah yang membentuk “identitas ekonomi” pada tiap-tiap negara. Akerlof dan Kranton membikin buku bagus soal ini dengan judul “Identity Economics” (2010). Bahkan, “Bapak” ekonomi kapitalis (Adam Smith), mengarang buku “The Theory of Moral Sentiments” di luar publikasi kitab kondangnya: “The Wealth of Nations”. Pustaka “Moral Sentiments” itu tak pernah diajarkan (saya sendiri baru memerolehnya pada awal 2005 ketika di ujung studi doktoral). Islam berkepentingan dengan ekonomi normatff karena banyak pandu nilai terkait hal itu. Salah satunya sabda Rasulullah (HR. Ibnu Majah): “Berikan upah kepada seorang pekerja sebelum kering keringatnya.”

Ekonomi normatif membangun dunia berdasarkan gugusan nilai. Ekonomi positif mendiskripsikan capaian berdasarkan kenyataan di bumi. #Ramadan18

Ahmad Erani Yustika

SumberFacebook Ahmad Erani Yustika