DPD RI Tuntut KPU Setarakan Lembaga Tinggi Negara pada Pemilu 2024
Berita Baru, Jakarta – Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, H. Hilmy Muhammad, menuntut kesetaraan dalam Pemilu serentak yang akan diselenggarakan pada 2024 mendatang.
Pria yang akrab disapa Gus Hilmy itu menyebut, DPD RI sebagai lembaga tinggi negara, semestinya tidak dibedakan dengan lembaga lainnya, bahkan dimulai sejak proses pemilihan anggotanya.
“Mengapa untuk penomoran partai politik dimulai dari nomor urut 1, 2, 3, sedang DPD diberi nomor 21, 22, 23. Kebetulan Pemilu Tahun 2019 partai politik berjumlah 20, kalau misalnya nanti jumlah partai yang terverifikasi menjadi 26, berarti Calon Anggota DPD akan dimulai dari angka 27. Padahal pada Pemilihan Presiden diberi nomor 01 dan 02.” kata Gus Hilmy dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) RI di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (24/5) siang.
“Padahal pada Pemilihan Presiden diberi nomor 01 dan 02. Hal ini menunjukkan perlakuan yang tidak setara DPD dibanding lembaga tinggi negara lainnya. Untuk itu, soal penomoran calon anggota DPD mohon dipikirkan kembali,” sambungnya.
Hal lain yang dituntut oleh DPD dalam Pemilu Serentak mendatang adalah proses verifikasi.
“Jika partai politik yang sudah lolos parliamentary threshold bisa hanya dilakukan verifikasi administrasi tanpa verifikasi faktual, hal tersebut mestinya bisa juga dilakukan untuk calon anggota DPD RI,” terang Gus Hilmy.
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menyatakan aturan yang ada merupakan ketentuan dalam UU Pemilu sehingga pihaknya hanya bisa menjalankan tugas sebagaimana diamanatkan dalam UU No 7 tahun 2017.
“Kalau DPD ingin mendapatkan kesetaraan dengan lembaga lainnya, bisa mengajukan judicial review karena kami hanya bekerja sesuai UU. Karena ada perubahan-perubahan akan kami ikuti. Kami tidak bisa apa-apa karena in di level UU,” kata mantan Kepala Satuan Koordinasi Wilayah (Satkorwil) Banser Jawa Tengah tersebut.
Penerima tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya tahun 2012 itu juga menyatakan bahwa secara faktual belum pernah ada calon anggota DPD yang menggugat nomor urut, tetapi ada yang pernah menggugat soal urutan pencalonan berdasarkan urut abjad.
Terkait verifikasi, Hasyim menegaskan bahwa hal itu merupakan amanat undang-undang. Kalau partai politik ya tetap daftar sesuai UU, hanya saja verifikasinya hanya administrasi, faktualnya tidak perlu. Aturannya, DPD berbeda dengan partai politik.
Meski demikian, Komite I DPD RI menyatakan, tidak ada aturan dalam UU bahwa nomor urut calon anggota DPD RI harus dimulai setelah urutan partai politik. Oleh sebab itu, bisa dirumuskan alternatifnya.
Sesuai dengan kesimpulan raker yang ditandatangani oleh Ketua Komite I DPD RI, KPU, dan Bawaslu, Hasyim menyatakan akan mengkaji ulang dan dalam penomoran surat suara akan berkonsultasi dengan DPD RI. Hal ini diharapkan secepatnya, sebelum tahapan Pemilu dimulai.
Hal selanjutnya yang menjadi tuntutan DPD RI adalah tidak ada lagi korban petugas KPPS seperti pemilu sebelumnya yang menewaskan 894 petugas. Untuk itu, KPU diminta untuk betul-betul melakukan antisipasi agar tidak lagi terulang.
Selain itu, DPD RI juga mendorong KPU RI dan Bawaslu RI untuk mengupayakan kenaikan besaran honor dan santunan bagi badan AdHoc penyelenggara Pemilu dan Pilkada Serentak 2024, mengembangkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang lebih transparan dan efisien serta lebih mudah diakses, dan menyusun regulasi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada di daerah-daerah khusus dengan memperhatikan kekhususan yang diatur oleh UU kekhususannya.
Gus Hilmy, senator asal Yogyakarta itu juga menegaskan agar KPU dan Bawaslu menjaga independensinya, tidak diintervensi oleh pihak manapun, termasuk soal penundaan pemilu.
Pria yang juga menjabat sebagai Katib Syuriah PBNU tersebut berharap, Pemilu 2024 tetap sesuai dengan konstitusi dan undang-undang. KPU dan Bawaslu, lanjutnya, perlu menjamin Pemilu berlangsung dengan jujur dan adil.
“Ini penting saya tegaskan karena kapasitas politik bergantung pada proses politik. Kegagalan kita mendapatkan calon-calon pemimpin yang baik sesungguhnya adalah kegagalan KPU dan Bawaslu, yang berarti KPU dan Bawaslu ikut berperan serta menyumbang proses demokrasi kita tidak sehat dan tidak bermartabat,” pungkas Gus.