Dosen Pusat MPK LP3M UB Rumuskan Modul Pendidikan Anti Korupsi
Beritabaru.co, Malang. – Sebagai kampus percontohan dalam mengkampanyekan tindakan antikorupsi, Universitas Brawijaya melalui Pusat Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) mendapatkan bantuan pendanaan dari Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Ristekdikti berupa Hibah General Education, bertema Pendidikan Antikorupsi. Pihak Universitas mengusulkan proposal yang membahas tentang pembelajaran antikorupsi dengan menggunakan pendekatan kontekstual dengan mengadakan kelas secara intensif yakni Kelas Antikorupsi (KAK). Sebagai upaya kelancaran penyelenggaraan KAK Pusat MPK mengadakan kegiatan workshop ‘Penyusunan Kurikulum Pendidikan Anti Korupsi Berbasis Pendekatan Kontekstual pada Perguruan Tinggi’, 5 Agustus 2019 di Hotel Ubud Malang.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh Rektor Universitas Brawijaya. Sebagai pembukaan, kegiatan tersebut diawali dengan sambutan Ketua Pusat MPK Dr. Abdul Madjid, M.Hum. Ia menyampaikan bahwa isu korupsi selalu aktual untuk diperbincangkan, karena meskipun sudah banyak hal dilakukan pencegahan dan penanggulangan masih banyak praktik-praktik korupsi bahkan di segala lini pemerintahan. Sambutan kedua sekaligus sebagai pembuka acara dilakukan oleh Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Nuhfil Hanani. Beliau menyampaikan bahwa Universitas Brawijaya dianggap sudah melaksanakan pendidikan antikorupsi kepada mahasiswa, sehingga beberapa bulan yang lalu melalui Warek 3 menunjuk Pusat MPK untuk mengikuti seminar antikorupsi di KPK. Rektor Universitas Brawijaya berharap modul Pendidikan Antikorupsi tidak hanya digunakan oleh internal UB, tetapi juga dijadikan sebagai rujukan perguruan tinggi lain dan masyarakat pada umumnya.
Kegiatan workshop ini mengundang pemateri dosen internal Universitas Brawijaya, yakni Prof. Dr. Thohir Luth, M.A dari Fakultas Hukum dengan materi ‘Pendidikan Antikorupsi dalam Etika Perspektif Islam’ dan Dr. rer.pol Faishal Aminuddin dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan materi ‘Korupsi di Indonesia dan Solusi dari Perguruan Tinggi’.
Berdasarkan penjelasan Prof. Thohir Luth, korupsi yang dalam bahasa jawa disebut maling, merupakan kejahatan luar biasa atau dalam bahasa islam disebut biadab. Sebagian besar korupsi di Indonesia dilakukan oleh petinggi-petinggi di Indonesia. Meskipun mereka adalah orang-orang yang beragama, akan tetapi kebanyakan dari mereka beragama secara simbolik. Beragama secara autentik yakni iman dan amal saleh terintegrasi, memiliki pengendalian diri agar memiliki perbuatan yang tidak disukai (yakni korupsi), memiliki integritas moral, dan bertaqwa dengan sungguh-sungguh.
“Sebagai orang beragama agar terhindar dari perilaku koruptif, maka kita perlu mengamalkan perilaku hidup orang-sufi diantaranya: qana’ah, syukur, sabar, dzikir, dan ma’rifatullah; mencintai Allah dan Rasul diatas segalanya; menjaga diri dan menjadi orang terhormat. Perilaku-perilaku orang sufi setidaknya menghimbau untuk melakukan tindakan antikorupsi. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mentransformasikan nilai-nilai antikorupsi berdasarkan perspektif Islam dalam sebuah modul antikorupsi yang dapat dijadikan pegangan oleh mahasiswa atau generasi muda,” tambahnya.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Dr. rer.pol Faishal Aminuddin, korupsi merupakan penyalahgunaan dana negara. Berdasarkan pengalaman beliau ketika mengajar mahasiswa, di tingkat mahasiswa S1, banyak kegiatan permisif terhadap korupsi yang sudah dilakukan sejak menuntut ilmu di bangku kuliah, seperti menyusun budget untuk anggaran politik. Korupsi di Indonesia ibarat gunung es, dan pintu masuk pertama dan utama dalam pendidikan antikorupsi adalah karakter, yakni dengan membiasakan mengambil hak dan kewajiban kita dan jangan mengambil yang bukan menjadi hak dan kewajiban kita.
“Beberapa penyebab perilaku korupsi di antaranya yakni adanya pengaruh lingkungan yang permisif terhadap tindakan korupsi dan kecemasan terhadap kehidupan jangka panjang. Kita dapat mencontoh negara-negara maju dalam mencegah tindakan korupsi, salah satunya negara Jerman. Meskipun bukan negara berketuhanan, masyarakat dan negarawan Jerman menganggap bahwa Tuhan termanifestasi dalam negara. Hal tersebut memberikan tanggung jawab bahwa negara berkewajiban untuk memberikan keamanan kehidupan kepada warga negara sampai akhir hayatnya. Hal tersebut efektif merangsang warga negara yang menjabat di pemerintahan terhindar dari tindakan korupsi, karena mendapat jaminan kesejahteraan dari negara,” imbuhnya.
Sebagai kesimpulan, Dr. Mohamad Anas, M. Phil, selaku moderator sekaligus Ketua Penitia Hibah General Education, menyampaikan dua hal penting yang perlu digarisbawahi, yakni rizki yang bersumber dari tindakan korupsi tidak akan membawa keberkahan dan akan selalu menghantui si pelaku, serta perlunya membangun budaya integritas di kalangan mahasiswa agar di masa depan generasi muda ini tidak mengambil yang bukan menjadi haknya.
Anggota tim pemenang Hibah General Education Dikti, Millatuz Zakiyah, M.A dan Prisca Kiki Wulandari, M. Sc, pada sesi penyusunan kurikulum Modul Kelas Anti Korupsi UB menyampaikan bahwa modul yang berisi materi inti korupsi, dampak korupsi dan penindakannya, keteladanan tokoh anti korupsi serta studi lapangan dan diakhiri dengan refleksi ini nantinya akan menjadi acuan dalam pengembangan model pendidikan anti korupsi di Universitas Brawijaya. Harapan terbesar dari acara ini dapat menghasilkan modul pendidikan anti korupsi yang mempunyai kekhasan Brawijayan dan konteks Malang Raya pada umumnya. [Ans]