Dokter Muslim Uighur Dihukum 20 Tahun Atas Tuduhan ‘Terorisme’
Berita Baru, Internasional — Seorang dokter Muslim di Uighur divonis hukuman penjara 20 tahun disebab tuduhan terorisme. Kerabat Gulshan Abbas menerangkan bahwa dihukum karena aktivitasnya yang secara vokal membela etnis Uighur.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin dalam konferensi pers harian berkeras bahwa hukuman Gulshan itu dikaibatkan keterlibatannya dalam kegiatan terorisme terorganisir.
“Gulshan Abbas sudah dijatuhi hukuman menurut hukum oleh badan peradilan China sebab terlibat dalam terorisme terorganisir, membantu kegiatan teroris dan sangat mengganggu ketertiban sosial,” ujar Wang dalam konferensi pers, Kamis (31/12) dikutip dari AFP.
Meski begitu, dia tidak merinci dugaan kejahatan yang dilakukan Gulshan.
Kerabat Gulshan berkata kepada komite kongres AS bahwa pria yang berusia 58 tahun itu dijatuhi hukuman penjara 20 tahun.
“Kami mendesak politisi AS supaya menghormati fakta, berhenti berbohong untuk mencoreng China dan berhenti menggunakan masalah Xinjiang untuk mencampuri urusan dalam negeri China,” tambahnya, dari sumber yang sama.
Dalam kesaksian Rushan Abbas, Gulshan ditahan sejak September 2018. Gulshan merupakan pensiunan dokter yang fasih berbahasa Mandarin dan menetap di AS karena secara lantang mengkampanyekan pembebasan terhadap saudara perempuannya.
“Hari ini keluarga saya membagikan berita yang tidak baik yang kami terima pada Hari Natal: bahwa saudara perempuan saya, Dr Gulshan Abbas dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh rezim China,” terang Rushan melalui cuitannya.
“Betapapun mengerikan penderitaannya yang tidak adil, saya berterima kasih atas dukungan dari seluruh kelompok hak asasi manusia.”
Diketahui, klompok hak asasi manusia menerangkan bahwa sekitar satu juta etnis Uighur dan minoritas Turki lainnya dipaksa menghuni kamp penahanan di Xinjiang, barat laut China dalam kondisi seperti penjara. Mereka hidup dengan berbagai keterbatasan dan seluruh gerak geriknya diawasi secara ketat.
Berbagai negara dan organisasi Barat termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seringkali mengkritik kebijakan China kepada Xinjiang, termasuk dugaan praktik kerja paksa terhadap Muslim Uighur.