Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Dipolisikan soal Informasi Putusan MK, Denny Indrayana: Wacana Dibantah dengan Narasi, Bukan Pidana!
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana. (Foto: Istimewa)

Dipolisikan soal Informasi Putusan MK, Denny Indrayana: Wacana Dibantah dengan Narasi, Bukan Pidana!



Berita Baru, Jakarta – Mantan Wamenkumham Denny Indrayana buka suara usai dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait dugaan penyebaran hoax soal rumor Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan sistem pemilu coblos gambar partai atau proporsional tertutup. Denny tak sepakat apa yang dilakukannya serta-merta dibawa ke jalur hukum, alih-alih dibalas dengan narasi.

“Saya mencermati munculnya beberapa laporan polisi atas informasi yang saya sampaikan terkait akan dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi soal sistem pemilu legislatif apakah proporsional tertutup atau proporsional terbuka,” tulis Denny Indrayana dalam keterangan persnya, Minggu (4/6).

“Penjelasan lebih jauh soal kemungkinan putusan MK, dan bagaimana melihat kecenderungan posisi para hakim konstitusi, insya Allah, akan saya sampaikan dalam analisis yang lebih panjang. Kali ini saya hanya akan memberikan penjelasan terkait laporan yang dilayangkan kepada aparat kepolisian,” sambungnya.

Menurut Denny, terlepas adanya hak setiap orang untuk melaporkan ke polisi, dirinya berpendapat hak demikian mesti digunakan secara tepat dan bijak. Baiknya, tidak semua hal dengan mudah dibawa ke ranah pidana. Seharusnya, persoalan wacana dibantah dengan narasi pula, bukan memasukkan tangan paksa negara, apalagi proses hukum pidana. 

“Terlebih, pembicaraan terkait topik politik di waktu menjelang kontestasi Pemilu 2024 sangat rentan dengan kriminalisasi kepada lawan politik, yaitu ketika instrumen hukum disalahgunakan untuk membungkam sikap kritis dan oposisi,” terang Denny.

Menurut Denny, Informasi yang disampaikan kepada publik melalui akun social media adalah upaya dirinya mengontrol putusan Mahkamah Konstitusi, sebelum dibacakan. Karena putusan MK itu bersifat final and binding, tidak ada upaya hukum apapun dan langsung mengikat begitu dibacakan di sidang yang terbuka untuk umum. 

“Putusan yang telah dibacakan harus dihormati dan dilaksanakan. Tidak ada pilihan lain. Tidak ada lagi ruang koreksi. Masih segar dalam ingatan kita,bagaimana putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan Pimpinan KPK, makin melumpuhkan kredibilitas KPK, karena memperpanjang pimpinan yang problematik secara etika. Putusan itu juga menguatkan ada agenda strategi Pilpres 2024 yang dititipkan kepada perpanjangan masa jabatan Firli Bahuri cs,” ungkapnya.

Selanjutnya, Denny berpendapat putusan terkait sistem pemilu legislatif sangat penting dan strategis, sehingga menjadi perhatian banyak kalangan dari Sabang sampai Merauke. Bukan hanya dari partai dan bakal calon legislatif (bacaleg), namun juga yang paling penting, mempengaruhi kadar suara rakyat pemilih yang tidak lagi punya bobot menentukan jika MK memutuskan sistem proporsional dengan nomor urut (tertutup) menggantikan sistem nama dan suara terbanyak (terbuka).

Karena sangat krusialnya putusan MK tersebut, dan tidak mungkin lagi ada koreksi setelah putusan  dibacakan, lanjutnya, maka pengawalan publik hanya mungkin dilakukan sebelum dibacakan. Dengan mengungkap informasi kredibel bahwa MK berpotensi memutus sistem proporsional tertutup, dirinya mengundang khalayak luas untuk mencermati dan mengkritisi putusan yang akan dikeluarkan tersebut. 

“Jangan sampai putusan terlanjur ke luar dan membuat demokrasi kita kembali mundur ke sistem pemilu proporsional tertutup ala Orde Baru yang otoritarian dan koruptif,” kata Denny.

Denny juga melihat, untuk sistem peradilan yang masih belum ideal, terutama karena masih rentannya intervensi kuasa dan masih maraknya praktik mafia peradilan, menyerahkan putusan pengadilan hanya pada proses di ruang sidang saja, tidaklah cukup. Untuk memperjuangkan keadilan, harus ada kontrol melalui kampanye publik (public campaign) dan kampanye media (media campaign). 

“Itulah strategi yang selalu kami jalankan di INTEGRITY Law Firm, karena argumentasi dan logika hukum semata, sayangnya tidak jarang dikalahkan oleh kekuatan logistik kekuasaan dan praktik mafia peradilan,” kata Denny.

Meski demikian, Denny dengan tegas menyatakan dirinya akan menghadapi proses hukum yang sedang berjalan, dengan catatan proses itu tidak disalahgunakan untuk pembungkaman atas hak asasi kebebasan berbicara dan berpendapat, sebagaimana saat ini nyata-nyata dialami Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. 

“Jika prosesnya bergeser menjadi kriminalisasi kepada sikap kritis, maka saya akan menggunakan hak hukum saya untuk melakukan pembelaan melawan kezaliman dan melawan hukum yang disalahgunakan,” pungkas Denny.