Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PLTU Cirebon 2
PLTU Cirebon 2

Dampak Pensiun Dini Sosial dan Ketenagakerjaan PLTU Cirebon 1



Berita Baru, Jakarta – Isu transisi energi menjadi topik penting yang diperbincangkan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah dan organisasi masyarakat sipil. Baru-baru ini, LBH Bandung, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), dan Salam Institute menerbitkan riset berjudul “Transisi Energi Berkeadilan di Jawa Barat: Studi Kasus PLTU Cirebon 1 bagi Aspek Sosial dan Ketenagakerjaan”. Riset ini mengkaji dampak pemensiunan dini PLTU Cirebon 1 terhadap masyarakat dan tenaga kerja di sekitarnya.

Maulida Zahra, perwakilan LBH Bandung, menjelaskan bahwa riset ini merupakan bagian dari upaya LBH Bandung dalam melakukan advokasi bantuan hukum. “Kami berharap riset ini akan memberikan manfaat signifikan. Transisi energi tentu akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan,” kata Maulida dalam acara Diseminasi Riset Transisi Energi Berkeadilan yang diselenggarakan secara hibrida pada Kamis, 15 Agustus 2024.

PLTU Cirebon 1 dipilih sebagai objek riset karena merupakan proyek strategis nasional yang mulai beroperasi pada tahun 2012 dan dijadwalkan untuk pensiun dini pada tahun 2035. Meski aspek sosial sering diperhatikan, aspek ketenagakerjaan jarang dibahas. Padahal, pensiun dini PLTU akan mempengaruhi masyarakat sekitar serta pekerja di PLTU.

“Wacana pensiun dini PLTU Cirebon 1 berpotensi berdampak pada kehidupan masyarakat dan nasib para pekerja, baik yang tetap maupun tidak tetap. Transisi energi juga akan berdampak pada transisi pekerja,” ungkap Maulida, salah satu penulis riset.

Metode riset mencakup pendataan langsung pada masyarakat sekitar PLTU Cirebon 1, termasuk desa Waruduwur, Citemu, Kanci Wetan, dan Kanci Kulon. Wawancara dilakukan dengan berbagai pihak, seperti nelayan, pencari kerang, pemilik warung, pekerja PLTU, dan keluarga pekerja.

Maulida mengungkapkan bahwa pembangunan infrastruktur, termasuk PLTU, berdampak pada kesehatan warga dan kualitas lingkungan hidup. “Dampak kesehatan perlu pendalaman lebih lanjut, tetapi temuan kami menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur harus mempertimbangkan aspek kesehatan dan hak-hak sosial masyarakat,” ujarnya.

Dalam hal ini, Maulida menekankan pentingnya negara dalam menjamin hak-hak sosial masyarakat, termasuk hak atas pembangunan yang adil, lingkungan hidup yang sehat, dan partisipasi publik. Negara harus menjamin hak-hak ini dan tidak hanya mengandalkan pembangunan yang dilakukan secara tiba-tiba tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan partisipasi masyarakat.

Riset ini merekomendasikan beberapa langkah untuk menangani dampak sosial dan ketenagakerjaan. Pada aspek sosial, PLTU dan pemberi dana harus memastikan bahwa masyarakat lokal terdampak memahami secara komprehensif tentang pensiun dini PLTU Cirebon 1. Selain itu, negara perlu membentuk regulasi khusus yang mengatur hak-hak masyarakat lokal serta melakukan kajian dampak lingkungan dan sosial secara berkala.

Pada aspek ketenagakerjaan, negara harus memastikan pemenuhan hak-hak pekerja sesuai dengan standar yang berlaku, termasuk revisi Undang-undang Cipta Kerja yang dianggap merugikan hak pekerja. Negara juga harus mengawasi kepatuhan terhadap regulasi ketenagakerjaan, melibatkan serikat pekerja, serta menyusun strategi untuk reskilling dan reintegrasi pekerja terdampak.

“Terakhir, skema just transition harus dijadikan momentum untuk menyamakan status pekerja, termasuk pekerja kontrak dan outsourcing, agar transisi energi benar-benar adil bagi seluruh pihak yang terdampak,” tutup Maulida.