Capim KPK, Nurul Ghufron Gagas Penegakan Hukum Perspektif Pancasila
Berita Baru, Jakarta – Nurul Ghufron tercatat dalam 10 daftar nama calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023. Oleh Presiden Joko Widodo, 10 daftar Capim KPK tersebut telah diserahkan ke DPR untuk memasuki tahap penyaringan.
Menjadi salah satu Capim KPK, Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember tersebut rupanya telah menggagas penegakan hukum berperspektif Pancasila dalam upaya pemberantasan korupsi.
Dilansir dari akun Facebook pribadinya, Minggu (8/9), berikut nenegakan hukum perspektif pancasila, menurut Nurul Ghufron :
1. Penegakan hukum yang berketuhanan, dalam pengertian bahwa kita semua baik aparat penegak hukum maupun para tersangka adalah sesama manusia yang tempatnya salah dan hilaf, hanya Allah Tuhan YME yang tidak pernah salah. Maka penegakan hukum kepada tersangka pun dengan perspektif bahwa mereka sampai diputus hakim masih harus dihormati sebagai manusia yang belum tentu bersalah, bahwa setelah diputus hakim sebagai bersalah, adalah manusia yang masih diberi kesempatan untuk bertaubat maka sanksi hukuman adalah dalam perspektif secabagai sarana memberi kesempatan untuk memperbaiki diri.
2. Penegakan hukum berperikemanusiaan yang beradab, dalam pengertian bahwa upaya paksa yang diberikan wewenangnya kepada penegak hukum ditujukan kepada tersangka yang manusia, karenanya baik sebelum pun setelah diputus bersalah harus dilakukan secara manusiawi yang memiliki hak-hak azasi yang harus tetap dihormati, kebencian dan kegeraman kita kepada prilaku korupnya tersangka harus tetap dibatasi dengan penghormatan kepada Hak-hak kemanusiaanya.
3. Penegakan hukum berperspektif persatuan NKRI, bahwa bangsa Indonesia memiliki keanegaraman adalah anugerah, maka hukum harus menjadi simpul kesatuan untuk mempersatukan perbedaan nilai, dan norma serta perlakuan sesuai hukum adalah bagian dari penyatuan dan perekat kohesi bangsa. bahwa perlakuan tidak sama, tidak adil dan fair dihadapan hukum harus menjadi kesadaran adalah prlilaku pemecah bangsa.
4. Penegakan hukum dengan mekanisme kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dan kebijaksanaan. Mekanisme kerakyatan dalam pemaknaan bahwa proses hukum harus secara demokratis, terbuka dan akuntable terhadap publik. Namun proses penegakan hukum yang demokratis tersebut dalam koridor dan bingkai nilai-nilai yang dipimpin oleh Hikmah dan kebijakan bangsa.
5. Penegakan Hukum berperspektif keadilan sosial, bahwa nilai keadilan yang dituju oleh bangsa Indonesia dalam menegakkan hukum adalah keadilan sosial, bukan keadilan pribadi/individual oleh karena itu mekanisme dan tujuan penegakan hukum yang utama adalam merestorasi kesetimbangan sosial yang tercabik akibat prilaku asosialnya anak bangsa. (Agus)