BPKN dan BPOM Lakukan Pertemuan dengan Nestle Terkait Isu Produk Tidak Sehat
Berita Baru, Jakarta – Pemberitaan media Financial Times akhir-akhir ini terkait bocornya dokumen internal Nestle banyak menjadi diskursus publik. Dokumen tersebut berisi pernyataan petinggi Nestle Global yang menyebut lebih dari 60 persen produk Nestle tidak memenuhi standar kesehatan yang berlaku atau produknya tidak sehat.
Dokumen internal Nestle dalam laporan Financial Times disebutkan bahwa produk tak sehat Nestle adalah tidak memenuhi standar Australia Health Rating System dengan ambang batas poin 3,5.
Pemberitaan tersebut berkaitan dengan pencantuman kandungan gizi produk, khususnya kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) sebagai salah satu faktor risiko penyebab penyakit tidak menular (PTM) jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan.
Atas pemberitaan tersebut dan untuk meredam keresahan informasi yang beredar di masyarakat, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI melakukan pertemuan secara simultan dengan PT Nestle Indonesia dan BPOM RI.
Ketua BPKN RI Rizal E Halim meminta agar masyarakat tetap tenang dan bijak ketika melakukan konsumsi. Periksa label dan berbagai informasi yang tertera pada kemasan.
“Pemberitaan FT ini perlu diklarifikasi baik oleh otoritas terkait seperti BPOM, Kementerian Kesehatan, Perguruan Tinggi, dan juga honest dari pelaku usaha demi melindungi masyarakat Indonesia,” kata Rizal dalam keterangan tertulis, Kamis (10/6/2021).
Oleh karena itu, Rizal mengatakan, BPKN berharap hasil koordinasi nantinya dapat digunakan untuk klarifikasi publik khususnya terkait pemberitaan FT tersebut.
Rizal menyebutkan, dalam permasalahan ini BPKN mengusulkan untuk melakukan pendekatan-pendekatan label di kemasan agar mudah dipahami konsumen dan memberikan edukasi kepada masyarakat baik dari sisi pelaku usaha maupun otoritas terkait.
“BPKN dalam waktu dekat ini akan melakukan pertemuan kembali dengan BPOM dan PT Nestle untuk mendapatkan informasi data-data terkait produk kemasan, dan dari hasil penelitian BPKN,” ujar Rizal.
Rizal menjelaskan koordinasi ini akan menjadi salah satu referensi bagi BPKN dalam memberikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo terkait permasalahan nilai gizi khususnya kandungan GGL pada makanan dan minuman dalam kemasan sehingga dapat memitigasi risiko bagi rakyat Indonesia.
Lebih lanjut Rizal mengungkapkan, bahwa persoalan kelebihan GGL relatif sulit ditemukenali dalam waktu singkat karena dampaknya perlahan dalam beberapa waktu ke depan.
“Kita tidak ingin generasi muda banga menghadapi persoalan yang sebenarnya sedang dialami generasi saat ini seperti penyakit diabetes, jantung, hipertensi, dan lain sebagainya,” ucap Rizal.
Oleh sebab itu, Rizal mengatakan pihaknya juga mendukung perlindungan konsumen bersama otoritas dan seluruh stakeholder produk pangan makanan dan minuman untuk memberikan edukasi kepada masyarakat.
“Khususnya dalam meningkatkan pemahaman akan informasi nilai gizi khususnya kandungan GGL pada makanan dan minuman dalam kemasan,” pungkas Rizal.