BPHP V Palembang, Merintis Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Berita Baru, Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan berbagai regulasi terkait Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) agar tercipta sistem pengelolaan hutan di tingkat tapak yang berkelanjutan, berkeadilan, dan setara.
Di sisi lain, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mayoritas berpendidikan rendah, serta memiliki ketergantungan hidup pada sumber daya hutan (SDH) secara tradisional. Hal itu merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi hutan dan kehutanan.
Dari sisi pengambil kebijakan, paradigma pengelolaan hutan Indonesia selama ini yang masih timber centris atau masih berorientasi produksi kayu, dan berbasis pada pemegang izin industri-industri besar.
Di saat bersamaan pemerintah daerah Provinsi juga mempersiapkan pembentukan Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai ujung tombak pengelolaan hutan di tingkat tapak, seiring dengan dicabutnya kewenangan pengelolaan hutan dari tingkat Kabupaten/Kota sebagai konsekwensi atas pemberlakukan Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menghadapi situasi tersebut, Kepala Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) V Palembang, Roni Saefulloh Burhani mulai merintis perubahan pengelolaan hutan dengan pendekatan kerjasama dengan masyarakat desa hutan melalui peningkatan partisipasi kelompok masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan dalam program BERCERITA seri 4, bertajuk Peran KPH Dalam Mendorong Partisipasi Perempuan untuk Mengelola Hutan Berkelanjutan, Senin (21/2).
Perubahan pola dan pendekatan pengelolaan hutan tersebut diperlukan untuk mendukung target pemerintah dalam mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen di tahun 2030.
Dalam hal ini BPHP V Palembang melakukan fasilitasi kepada KPH agar melakukan kegiatan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan terhadap masyarakat di sekitar hutan.
“Ketika masyarakat memiliki penghidupan, memiliki pendapatan ekonomi yang diperoleh secara legal dari hutan, mereka tidak akan melakukan illegal logging. Jadi pada dasarnya, masyarakat juga paham, kalau mereka merusak hutan, berarti merusak penghidupan mereka,” terangnya.
Roni juga menilai bahwa dalam praktek sehari-hari, peran perempuan sangat penting dalam pengelolaan hutan berkelanjutan.
Oleh karena itu, imbuh Roni, KPH harus memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan untuk berperan aktif dalam pengelolaan hutan.
“Pada prinsipnya, fasilitasi KPH terhadap perempuan itu dari dulu. KPH-KPH ini tidak pernah membedakan gender, mereka semua memiliki kesempatan yang sama. Misalnya, Di Lempuing. Penting sekali peran perempuan,” tuturnya.
Dalam mendukung penguatan kelembagaan UPTD KPH di daerah, BPHP V Palembang juga memberikan berbagai dukungan, mulai dari dukungan teknis, infrastruktur, sampai sarana dan prasarana penunjang lainnya.
“BPHP V Palembang memberikan fasilitas pada 17 UPTD KPH dengan berbagai bentuk, mulai dari pembangunan kantor, pemberian Rancangan Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) dan jangka pendeknya, hingga pengadaan sarana prasarana seperti mobil dan sepeda. Selain itu, BPHP V Palembang juga memberikan peningkatan kapasitas SDM-nya karena masih kurang,” kata Roni.
Di samping itu, menurut Roni, BPHP V Palembang juga ditarget oleh pemerintah pusat untuk melakukan penanaman pohon sebesar 100.000 hektar per tahun untuk menurunkan emisi.
Dalam hal perizinan, BPHP V Palembang juga berusaha menjaga dan mendorong para pemegang izin pemanfaatan hutan, termasuk perhutanan sosial untuk lebih banyak melakukan penanaman dan menjaga hutan.
“Kami memantau seluruh kegiatan yang dilaksanakan unit-unit yang mengembangkan HTI (Hutan Tanaman Industri_red.). Kita setiap tahun, setiap perusahaan selalu melaporkan, dan kami juga melakukan pembinaan dan monitoring-evaluasi di lapangan, apakah mereka melakukan penanaman atau tidak,” terang Roni.