Bojonegoro Dorong Penguatan Pengarusutamaan Gender
Berita Baru, Bojonegoro – Keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Bojonegoro mengalami penurunan pada periode ini. Dari 50 anggota dewan, 45 laki-laki dan perempuan hanya 5 orang. Sehingga hanya 10% kuota perempuan yang terpenuhi.
“Itu belum sesuai kuota 30%. Ini bisa jadi akan mengurangi poin Indeks Pemberdayaan Gender di sini,” kata Rochedah Soetarmiati dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Jawa Timur saat menjadi nara sumber pengarusutamaan gender di Creative Room, lantai IV Gedung Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, pada Selasa (27/8/2019).
Diungkapkan, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kabupaten Bojonegoro, saat ini masih di bawah Jawa Timur, yakni sebesar 59,30 persen.”Ini harus diperjuangkan agar nilai pemberdayaan perempuan bisa meningkat, minimal melampuhi nilai IDG Jawa Timur,” tambah Rochedah.
Rapat koordinasi pangarusutaman gender ini dilaksanakan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Bojonegoro. Diikuti melibatkan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan masyarakat sipil.
Maspriyadi, narasumber dari Bappeda Bojonegoro, mengatakan pentingnya sinergitas dan kolaborasi para pihak. Baik OPD maupun masyarakat sipil untuk mengoptimalkan pengarusutamaan gender di Kabupaten Bojonegoro.
Menurutnya, sebenarnya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro telah memiliki beberapa regulasi berkaitan isu gender. Seperti Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Terhadap Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kabupaten Bojonegoro. Selain itu juga ada Perda Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bojonegoro 2018-2023.
“Bojonegoro juga telah membentuk Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender. Hanya saja kita belum punya Perda Pengarusutamaan Gender (PUG),” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Korp PMII Putri Bojonegoro Lilis Aprilliati, mengatakan perlunya Kabupaten Bojonegoro memiliki Perda Pengarusutamaan Gender. Lilis juga mengatakan dengan adanya Perda tersebut akan semakin memperkuat dan mengikat para pemangku kebijakan dalam mengimplementasikan pengarusutamaan gender di daerah.
“Harapan kami, Bojonegoro segera memiliki Perada Pengarusutamaan Gender (PUG). Agar masyarakat marginal, seperti penduduk miskin, pengangguran, perempuan, disabilitas, dan lansia semakin jadi prioritas dalam penyusunan kebijakan, perumusan program dan kegiatan pembangunan di daerah,” ungkap Lilis Aprilliati.
Menurut Lilis, berdasarkan data BPS 2018, menunjukkan bahwasanya mayoritas penduduk miskin atau penduduk di Bojonegoro adalah kelompok perempuan. Selain itu juga banyak fasilitas publik yang belum ramah terhadap kelompok rentan, seperti para lansia, ibu hamil, anak-anak dan disabilitas.
Ia berharap dalam pembuatan kebijakan, perumusan program dan kegiatan, setiap OPD harus memperhatikan keadilan dan sensitifitas gender. Karena hal tersebut dapat mempercepat peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraaan masyarakat Bojonegoro.
Maduratnani, Perwakilan DP3AKB Bojonegoro, mengatakan keterlibatan masyarakat sipil sangat diharapkan. Sebab aspirasi masyarakat sipil bisa mempertajam dalam penyusunan program kegiatan perangkat daerah, terutama berkaitan dengan implementasi pengarusutamaan gender di Bojonegoro.
Pemkab Bojonegoro juga berkomitmen akan membuka ruang aspirasi masyarakat sipil, terutama kelompok yang selama ini partisipasinya masih minim. slseperti kelompok perempuan, disabilitas dan kelompok-kelompok rentan lainnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Bojonegoro Institute (BI), Aw Syaiful Huda, menegaskan, pembangunan responsif gender merupakan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Sehingga setiap pemerintah daerah manapun, termasuk Kabupaten Bojonegoro wajib menjalankannya. Menurutnya, nilai Indek Pembangunan Manusia (IPM) di Bojonegoro masih rendah, berada di peringkat 26 dari kabupaten dan kota di Jawa Timur.
Diungkapkan, nilai IPM Perempuan di Bojonegoro ini masih sangat rendah dibanding nilai IPM laki-laki. Nilai IPM Perempuan sekitar 64.55 persen, sedang nilai IPM laki-laki sekitar 71.90 persen.”Jadi pembangunan daerah yang responsif gender ini sangat penting dan perlu,” ujarnya.
Menurut Aw, nama panggilannya, rendahnya nilai IPM Perempuan dibanding laki-laki di Kabupaten Bojonegoro ini dipengaruhi rendahnya rata-rata lama sekolah dan tingkat ekonomi atau kemampuan daya beli perempuan. (MC Kab. Bojonegoro)