Begini Cara Gus Dur Mendamaikan Papua
Berita Baru, Jakarta – Soal mendamaiakan Papua, Presiden RI ke-4, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terbilang cukup berhasil. Ia mengambil jalan pendekatan personal dan persuasif.
Langkah-langkah tersebut diambil Gus Dur dengan pemenuhan jaminan hak bersuara, berkumpul, perlindungan keamanan masyarakat Papua. Ia juga membangun sikap saling percaya (trust building) mencari cara penyelesaian damai (peace building).
Sesaat setelah dilantik menjadi presiden. Gus Dur bertemu dengan perwakilan masyarakat Papua dari berbagai unsur dan pemangku kepentingan untuk mendengar ragam aspirasi masyarakat Papua.
Pada tanggal yang sama, Gus Dur mengumumkan Kabinet Persatuan Nasional dengan mengangkat Freddy Numberi sebagai Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara, sebuah upaya afirmasi politik.
Selanjutnya Presiden Gus Dur mengeluarkan Surat Keputusan Presiden No. 173 Tahun 1999 tentang Amnesti dan Abolisi terhadap tahanan politik Papua. Setidaknya, ada 72 tahanan politik yang dibebaskan dan memberikan abolisi kepada 33 narapidana politik di berbagai tempat.
Tidak hanya itu, putra Wahid Hasyim itu juga berkunjung dan menginap di Jayapura. Tujuan informalnya “Melihat matahari terbit pada hari pertama milenium kedua di ujung timur provinsi Indonesia.”
Di Papua, ia menggelar pertemuan khusus dengan para pemimpin agama dan adat, serta perwakilan masyarakat Papua di Gedung Negara Kantor Gubernur Papua, pada pukul 18.00 dan dilanjutkan pada pukul 20.00 waktu setempat.
Di pertemuan tersebut, Gus Dur menyetujui pergantian nama Irian Jaya menjadi Papua dan diperbolehkannya pengibaran bendera Bintang Kejora (lambang kebesaran budaya dan kebanggaan masyarakat Papua) dengan persyaratan tertentu yaitu di bawah bendera merah putih.
Langkah ini merupakan upaya Gus Dur dalam membuka ruang dialog, mengembalikan kehormatan pribadi dan kolektif masyarakat Papua dalam identitas ke-Papua-an. Masyarakat Papua merasa sangat dihargai oleh kebijakan beliau ini.
29 Mei – 4 Juni 2004
Digelar Kongres Rakyat Papua II. Alih-alih melarang, Presiden Gus Dur justru memberikan bantuan dana untuk pelaksanaan Kongres Rakyat Papua (KRP) II.
Presiden Gus Dur menganggap KRPII & forum Papua lain, sbg kesempatan untuk mendengarkan secara langsung & detail rumusan aspirasi masyarakat Papua.
Selain itu, selama masa kepemimpinan Gus Dur, aparat keamanan, TNI dan Polri, dilarang untuk melakukan pelarangan dan penggunaan kekerasan serta senjata. Mereka diminta untuk mengedepankan dialog dan mencari jalan keluar.
Gus Dur menegaskan bahwa, sebagai presiden dia wajib mempertahankan kesatuan RI termasuk Papua di dalamnya. Tetapi dia juga wajib menyelesaikan masalah Papua secara damai, yang selama ini terus dirundung kekerasan.
Langkah Gus Dur ini terbilang jitu. Melahirkan konsep penyelesaian masalah yang diterima oleh semua pihak.
Terang Gus Dur, “Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan.”
Sumber; @wahidfoudation mengutip tulisan @suaedy21 dalam buku “Gus Dur, Islam Nusantara, & Kewarganegaraan Bineka”