Review ‘Tanda Tanya’ Karya Hanung Bramantyo, Tayang di Netflix
Berita Baru, Film – Film berjudul ‘?’ atau ‘Tanda Tanya’ telah tayang di Netflix baru-baru ini, setelah rilis pada 2011 lalu. Dalam durasi 100 menit, film besutan sutradara Hanung Bramantyo itu mengangkat isu konflik dan interkoneksi identitas antar tokohnya yang memiliki latar belakang agama dan etnis berbeda yang sarat dengan gesekan.
‘Tanda Tanya’ sempat menimbulkan kehebohan di masyarakat. Bahkan MUI, sebagaimana diberitakan Kapanlagi, sempat melakukan rapat serius guna membahas penarikan film ini. Pasalnya, ‘Tanda Tanya’ dirasa berbahaya karena menyebarkan paham yang dianggap haram oleh sebagian orang Islam, termasuk MUI, yaitu pluralisme.
Tapi ya sudah, itu telah berlalu. Kini, mari kita simak dulu sinopsisnya.
Sinopsis Film ‘?’ (Tanda Tanya)
‘Tanda Tanya’ menampilkan kisah tiga keluarga yang saling terkoneksi dengan keyakinan yang berbeda berusaha menghadapi masalah mereka masing-masing. Dikisahkan, mereka hidup berdampingan di satu daerah di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Sepasang suami istri, Menuk (Revalina S. Temat) dan Soleh (Reza Rahadian), tinggal serumah bersama anaknya dan adik perempuan Soleh. Sebagai suami, Soleh mengalami ketidakpercayaan diri karena tidak bekerja. Sementara Menuk bekerja di restoran makanan Tionghoa bernama Canton Chinese Food milik Tan Kat Sun (Hengky Solaiman) yang dikelola bersama istrinya, Lim Giok Lie (Edmay).
Tan Kat Sun merupakan penganut Buddha yang berusaha membuat rumah makannya inklusif. Ia menyediakan daging babi sekaligus ayam agar orang Muslim bisa makan di restorannya. Bahkan, secara ketat Tan Kat Sun juga membedakan penggunaan alat masak untuk babi dan ayam karena ia mengetahui bahwa umat Muslim diharamkan memakan babi.
Demi menghormati karyawannya yang notabene Muslim, Tan Kat Sun memberi waktu luang bagi mereka untuk bersembahyang di tempatnya, dan memberi hari libur lebih lama setelah Idul Fitri. Ketika bulan Ramadhan tiba, Tan Kat Sun memerintahkan pegawai untuk memasang tirai putih di depan restoran dan tidak berjualan babi selama sebulan penuh guna menghormati umat Muslim.
Di lingkungan itu pula, tinggallah sosol Rika (Endhita), seorang janda yang baru saja berpindah agama dari Islam menjadi Katolik. Rika kini hidup bersama putranya, Abi, setelah bercerai dari suaminya yang berselingkuh. Ia mengurus toko buku yang sebelumnya dipegang si suami. Rika mengalami kesulitan karena kerap dipandang rendah oleh orang di sekitarnya setelah bercerai dan pindah agama. Namun ada Surya (Agus Kuncoro) yang menyemangati dan mendukungnya.
Surya adalah seorang aktor yang 10 tahun berkarir masih menjadi figuran. Namun berkat Rika, ia akhirnya tampil sebagai pemeran utama dalam drama Paskah, yaitu menjadi Yesus. Surya sempat mengalami pergolakan batin dan berkonsultasi dengan Ustad Wahyu (David Chalik): apakah ia boleh masuk gereja dan memerankan Yesus?
Sementara itu, setelah berupaya melamar kerja kemana-mana, Soleh akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai banser Nadhlatul Ulama. Di benak Soleh, hanya ada satu hal: ia ingin dipandang sebagai ‘wong lanang’ yang berhasil dimata istri dan keluarganya. Padahal, Menuk selalu sabar dan mendukung suaminya itu.
Masalah muncul ketika sakit yang diderita Tan Kat Sun makin parah. Ia pun lebih banyak istirahat dan restoran mulai diarahkan oleh Hendra (Rio Dewanto), anak semata wayagnya. Dalam menjalankan bisnis restoran, Hendra lebih mengutamakan untuk mendapat untung yang besar dan mengembangkan bisnisnya. Ia menganggap, restoran papinya itu masih kecil dan tidak berhasil. Sementara, Tan Kat Sun punya pertimbangan lain selain sekadar mencari untung besar.
Dan karena ingin memperbesar untung itulah, ia mengkhianati perintah ayahnya. Di bulan Ramadhan, Hendra mencabut tirai di depan restoran. Pegawai pun disuruh masuk di hari kedua setelah Lebaran, padahal biasanya mereka mendapat libur 5 hari. Bagi papinya, hal itu tidak toleran. Sementara menurut mata bisnis Hendra, justru di hari kedua Lebaran banyak orang yang mencari makan di luar. Terlebih, Hendra merasa tak perlu menghormati orang Muslim karena ia tak merasa dihormati sebagai umat Buddha, plus seorang keturunan Tionghoa.
Nampak kesal karena kelakuan Hendra, sekelompok massa Muslim pun menyerang restoran secara mendadak. Akibat penyerangan itu, Tan Kat Sun terluka parah dan meninggal. Restoran hancur lebur. Menuk kecewa pada Soleh, yang terlibat bahkan memukul Tan Kat Sun hingga terkapar.
Soleh terus berupaya mendapatkan maaf dari Menuk. Suatu ketika, pada malam Natal, keduanya bertugas di gereja. Hendra bekerja sebagai Banser yang melindungi gereja, sementara Hendra dan Menuk bertanggung jawab mengurus konsumsi para pemain drama Natal. Menuk tidak kunjung menjawab permintaan maaf Soleh karena sibuk dengan pekerjaannya.
Suasana berubah mencekam ketika Soleh menemukan sebuah bom di baris belakang kursi umat di dalam gereja. Ia membawa bom itu dan lari menjauh dari gereja, memeluknya, sambil membaca kalimat tahlil.
Film ditutup dengan masuknya Hendra ke agama Islam. Hal itu merupakan wujud pemenuhan janji yang ia lakukan untuk ayahnya. Sebelum meninggal, Tan Kat Sun memintah Hendra untuk berubah dan melakukan pilihan demi kelanjutan hidupnya.
Review Film ‘?’ (Tanda Tanya)
Jika diniatkan untuk menjadi cermin dan refleksi atas isu-isu agama yang terjadi masyarakat Indonesia, maka film ini barangkali berhasil mengangkat itu. Film ini juga dibekali kekuatan narasi dan dialog karya Titien Wattimena, yang juga menulis diantaranya untuk film Mengejar Matahari (2004), Love (2008), dan Minggu Pagi di Victoria Park (2010).
Kekuatan naskah itu didukung pula oleh ide cerita yang mengusung mengenai tema-tema yang sensitif, namun perlu dibicarakan. Salah satunya mengenai toleransi di tengah keberagaman masyarakat Indonesia.
Digambarkan dalam kisah ini, umat yang berbeda keyakinan dan etnis itu masih bisa hidup beriringan dalam damai. Lim Giok Lie bisa sembahyang di rumah, sementara di saat yang sama Menuk melakukan salat di dekatnya. Berbeda cara ibadah bukan menjadi halangan keduanya untuk hidup bersama.
Isu lainnya adalah bercerai dan pindah agama yang dilakukan oleh Rika. Orang mudah saja menghakimi dirinya bercerai dan mengkhianati perkawinan, padahal ia bercerai karena diselingkuhi dan nampaknya bakal diduakan alias dipoligami. Sementara ia akhirnya pindah agama bukan karena mengkhianati tuhannya, melainkan hal itu adalah bagian dari pencarian jati diri. Isu ini sangat sensitif sehingga menimbulkan kontroversi ketika filmnya dirilis.
Hal lain yang menarik untuk diamati adalah konflik batin dalam diri Soleh, seorang suami yang hanya ingin dianggap berarti buat istrinya, Menuk. Soleh merasa tidak percaya diri karena tak mampu menafkahi Menuk, bahkan sempat meminta Menuk untuk menceraikannya. Keinginan untuk ‘menjadi berarti’ itu juga yang menguatkan pilihannya untuk memeluk bom yang ia temukan.
Satu hal lagi, dalam cerita yang di film ‘Tanda Tanya’, kedua tokoh agama dari kalangan Katolik dan Islam yaitu sang Romo (Deddy Sutomo) dan Ustad Wahyu digambarkan sebagai sosok pemuk agama yang bijak dan baik hati. Jika semua pemuka agama seperti mereka, barangkali masyarakat akan hidup lebih damai dan tenang.
Film ‘Tanda Tanya’ menjadi layak ditonton dan didiskusikan bersama kawan-kawan lintas iman. Barangkali, film ini bisa menjadi ruang berbagi yang positif demi mengikis intoleransi dan ekstrimisme yang ada di Indonesia.