Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Bincang PATTIRO bersama Luckmi Purwandary, Kepala Pusgenri Kemenhut (kiri), mendiskusikan bagaimana meingkatkan peran perempuan dan generasi muda dalam berbagai upaya pelestarian hutaan.
Bincang PATTIRO bersama Luckmi Purwandary, Kepala Pusgenri Kemenhut (kiri), mendiskusikan bagaimana meingkatkan peran perempuan dan generasi muda dalam berbagai upaya pelestarian hutaan.

Bagaimana Cara Meningkatkan Peran Perempuan dan Generasi Muda dalam Pengelolaan Hutan?



Beritabaru.co – Dalam peringatan Hari Perempuan Internasional 2025, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) menyelenggarakan Forum Perempuan Bicara EFT yang menghadirkan berbagai tokoh dan penggerak perempuan dari sektor pemerintah, organisasi masyarakat sipil, hingga komunitas. Fokus utama forum ini adalah memperkuat advokasi pembangunan lingkungan dan kehutanan melalui peran serta perempuan dan generasi muda.

Dalam forum tersebut, Program Officer Program SETAPAK PATTIRO, Nurul Tanjung, mewawancarai Ibu Luckmi Purwandari, ST, M.Si, yang baru dilantik sebagai Kepala Pusat Pengembangan Generasi Pelestari Hutan (Pusgenri) di Kementerian Kehutanan. Sebagai mantan Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ia menyoroti bagaimana kebijakan kehutanan dapat lebih inklusif bagi perempuan dan generasi muda dalam upaya pengelolaan hutan.

Kebijakan yang Mendukung Perempuan dan Generasi Muda

Kementerian Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2021 yang secara eksplisit mendorong partisipasi perempuan dan generasi muda dalam program perhutanan sosial. Peraturan ini memastikan adanya kesetaraan gender dalam akses dan hak terhadap sumber daya hutan.

“Perempuan dan generasi muda harus mendapat kesempatan yang sama dalam mengelola hutan. Peraturan ini menjadi langkah awal untuk menciptakan pengelolaan yang lebih inklusif,” ujar Luckmi.

Dalam regulasi tersebut, beberapa pasal menegaskan pentingnya pengarusutamaan gender. Misalnya, Pasal 90 menyebutkan bahwa pemegang persetujuan pengelolaan hutan berhak mendapatkan perlakuan yang adil berdasarkan gender. Selain itu, aspek kesetaraan gender juga menjadi bagian penting dalam evaluasi pengelolaan hutan.

Tantangan yang Dihadapi Perempuan dan Generasi Muda

Meski kebijakan telah tersedia, perempuan dan generasi muda masih menghadapi berbagai tantangan dalam pengelolaan hutan. Salah satu tantangan utama adalah akses terbatas terhadap informasi dan sumber daya.

“Banyak perempuan di daerah terpencil tidak mengetahui program kehutanan yang tersedia bagi mereka. Hal ini menghambat partisipasi mereka dalam pengelolaan hutan,” jelas Luckmi.

Tantangan lainnya adalah beban ganda yang dihadapi perempuan, kurangnya keterlibatan dalam pengambilan keputusan, serta minimnya akses ke pasar bagi kelompok perempuan dan pemuda yang bergerak di sektor kehutanan. Selain itu, minat generasi muda terhadap sektor kehutanan juga masih rendah karena dipandang kurang menjanjikan secara ekonomi.

Upaya Mengatasi Tantangan

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan perlu bekerja sama dalam beberapa langkah strategis. Salah satunya adalah meningkatkan akses terhadap informasi dan sumber daya melalui pemanfaatan teknologi digital.

“Kami juga sedang mengembangkan program pelatihan bagi perempuan dan generasi muda agar mereka bisa lebih mandiri dalam mengelola usaha kehutanan,” tambah Luckmi.

Selain itu, pembentukan kelompok perempuan dan pemuda di sektor kehutanan dengan pendampingan berkelanjutan menjadi solusi yang efektif. Dukungan dalam bentuk anggaran responsif gender (ARG) juga telah diterapkan guna memperkuat keterlibatan mereka.

Peluang dan Langkah ke Depan

Terdapat banyak peluang bagi perempuan dan generasi muda untuk berperan aktif dalam pengelolaan hutan. Salah satunya adalah melalui pengembangan usaha berbasis hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang bernilai ekonomi tinggi.

Pusat Pengembangan Generasi Pelestari Hutan (Pusgenri) saat ini telah menginisiasi program “Youth Talk Take Action (YTTA)” yang melibatkan 80 anak muda untuk berdiskusi mengenai pelestarian hutan. Program lain seperti “BESTARI RIMBA” juga diperkenalkan guna memberikan edukasi kepada generasi muda mengenai pentingnya menjaga hutan.

“Kami ingin generasi muda melihat kehutanan sebagai sektor yang penuh peluang, bukan hanya dari sisi lingkungan tetapi juga ekonomi,” tegas Luckmi.

Dengan berbagai kebijakan dan inisiatif yang ada, diharapkan peran perempuan dan generasi muda dalam pengelolaan hutan semakin kuat. Langkah-langkah strategis yang dilakukan hari ini akan menentukan keberlanjutan hutan Indonesia di masa depan.