Baddrut Tamam dan Perekonomian Inklusif di Pamekasan
Berita Baru, Tokoh – Pandemi COVID-19 memicu pemerintah menghadapi banyak dilema. Salah satunya, tarik ulur antara kepentingan ekonomi dan kesehatan.
Dilema tersebut juga dialami oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pemekasan, sebagaimana disampaikan Bupati Pamekasan Baddrut Tamam dalam gelar wicara BERCERITA ke-70 Beritabaru.co, Selasa (26/10). Pemkab Pemekasan, menurut Bupati yang akrab dipanggil Mas Tamam tersebut harus bekerja ekstra untuk bisa melampui pandemi.
“Untuk hasil yang luar biasa, kita tidak bisa hanya dengan usaha biasa, tetapi harus dengan upaya luar biasa juga,” kata Mas Tamam dalam diskusi yang dipandu Sarah Monica, host kenamaan Beritabaru.co.
Salah satu upaya yang Mas Tamam lakukan dalam merespon dilema di atas adalah dengan cara menyesuaikan irama ‘gas dan rem’, pilihan istilah yang ia gunakan sebagai ilustrasi.
Kuncinya, ungkap Mas Tamam, adalah bagaimana seseorang bisa tahu kapan harus menginjak gas dan kapan rem secara seimbang.
Pamekasan Berprestasi di Tengah Pandemi
Selain itu, Mas Tamam juga menjelaskan bahwa kecepatan sekaligus ketepatan daerah dalam menangani pandemi berhubungan erat dengan 5 (lima) prioritas Kabupaten Pemekasan yang sudah digalakkan sebelum pandemi.
Pertama, kesehatan. Di bidang kesehatan, Mas Tamam memiliki program yang ia sebut sebagai Pamekasan Call Care (PCC).
Melalui program ini, Pemkab Pamekasan menempel stiker terkait PCC termasuk nomor yang bisa dihubungi, di setiap rumah di Pamekasan.
Ketika masyarakat ada yang membutuhkan apa pun terkait kesehatan, mereka tinggal menghubungi nomor tertera.
“Ketika misal ada yang membutuhkan jemputan, maka kami akan segera menjemput. Begitu pun soal mengantarnya kembali ke rumah,” ujar Mas Tamam.
“Entah ini kebetulan atau bagaimana, karena adanya prioritas seperti ini, boleh dibilang kami lebih siap dalam menghadapi pandemi,” imbuhnya.
Masih soal kesehatan, Mas Tamam pun sedang merencanakan bagaimana nanti rumah sakit di Pamekasan bisa memiliki fasilitas dan kualitas layanan seperti hotel.
Jadi, ketika masyarakat ke rumah sakit, mereka tidak sedang merasa di rumah sakit dengan bau obat dan pelayanan yang biasa, tetapi merasa sedang di hotel dengan aroma yang memanjakan hidung dan senyum ramah dari semua petugas yang luar biasa.
“Harapannya, pelayanan di rumah sakit itu seperti hotel. Pasien bisa mendapatkan senyum dan mencium aromaterapi sejak menginjak rumah sakit,” tegasnya.
Kedua, ekonomi. Di bidang ini, Mas Tamam memulainya dari pemetaan potensi yang ada di Pamekasan.
Ia menyampaikan setidaknya 4 (empat) potensi yang dimiliki Pamekasan: pertanian, kelautan, peternakan, dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Dari setiap potensi tersebut, Mas Tamam membenamkan beberapa program untuk optimalisasi.
UMKM contohnya. Di potensi ini, Mas Tamam memiliki program bernama Desa Tematik.
Program ini mengandaikan setiap desa untuk menyadari potensi dari desanya dan kemudian menjadikannya nama khas untuk desa.
Beberapa darinya adalah desa wisata, desa pertanian, desa UMKM, dan sebagainya.
Untuk kasus desa UMKM, Mas Tamam memiliki gambaran bahwa dengan adanya peta seperti ini, maka Pamekasan bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan tanpa harus mengambil dari luar.
“Targetnya nanti semua yang dibutuhkan masyarakat Pamekasan, masyarakat Pamekasan sendirilah yang akan menyediakan. Jangan sampai Pamekasan ini jadi pasar bagi daerah lain,” jelasnya.
Untuk yang terakhir ini, Mas Tamam juga memiliki program dukungan. Ia menamainya sebagai Wirausaha Baru.
Para wirausaha baru inilah yang nantinya akan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Pamekasan.
“Di luar itu, ada juga program Sapu Tangan Biru dan Wamira atau Warung Milik Rakyat,” katanya.
Untuk memudahkan, beberapa terobosannya ini dikenal dengan istilah perekonomian inklusif. Sebab pelakunya adalah masyarakat dengan basis UMKM.
Itu pun lebih pada masyarakat desa. Dipilihnya desa sebagai prioritas sebab menurut Baddrut, pembangunan akan lebih efektif jika dimulai dari desa atau bottom up, bukan top down.
“Logikanya sederhana, jika desa sejahtera maka Pamekasan akan hebat. Desa itu lokus pembangunan,” ujarnya.
Ketiga, reformasi birokrasi. Yang dimaksud dengan istilah ini adalah bagaimana Pemkab Pamekasan bisa beralih dari kebiasaan yang tidak produktif menjadi produktif, inovatif, dan kreatif.
Bahasa lainnya adalah dari yang biasa menjadi luar biasa. Bagi Mas Tamam kerja luar biasa pun masih membutuhkan doa sebagai penopang.
Adapun indikator kinerja yang direncanakan harus diikat dengan orientasi hasil atau outcome dan langkah yang jelas.
“Hal seperti ini mendasar. Kenapa? Agar tidak ada yang bingung. Ibarat mau ke mana, kita sudah tahu alamatnya, sehingga bisa memperkirakan anggaran yang dibutuhkan dan termasuk waktu,” jelasnya.
Penerapan reformasi birokrasi di Pamekasan, ulas Mas Tamam, menurutnya pihak yang pertama kali harus memulai adalah Bupati.
Bupati, kata Mas Tamam, tidak boleh melakukan praktik jual-beli jabatan. Bupati harus menjadi teladan.
Dua prioritas sisanya adalah pendidikan dan infrastruktur. Untuk infrastruktur Mas Tamam mengakui, pembangunan infrastruktur di Pamekasan lambat.
Pasalnya, yang dikorbankan untuk refocusing anggaran daerah oleh Pemkab Pamekasan untuk penanganan pandemi adalah anggaran sektor infrastruktur.
Mas Tamam mengasumsikan, masyarakat akan sangat marah ketika merasa lapar, tetapi ketika jalan raya ada yang berlubang, mereka masih bisa maklum.
“Orang yang jalan rayanya tidak mulus masih santai lah ya, tapi kalau lapar bisa ngamuk. Jadi begitulah yang kami korbankan adalah sektor infrastruktur,” ungkap Baddrut.