Badan Pengkajian MPR Kaji Kemungkinan Pilkada Tak Langsung
Berita Baru, Jakarta – Ketua Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Djarot Saiful Hidayat menyampaikan pihaknya akan melakukan kajian mendalam terkait kemungkinan penerapan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) secara tidak langsung.
“Apakah dimungkinkan bahwa pilkada dilakukan secara asimetris, sehingga tidak semuanya (kepala daerah) dipilih secara langsung,” kata Djarot usai pertemuan dengan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (21/9).
Lebih lanjut, Djarot mengatakan akan mengkaji kemungkinan apakah bisa hanya gubernur yang dipilih langsung atau hanya bupati/wali kota yang dipilih langsung oleh rakyat.
“Apakah dimungkinkan di dalam pilkada tingkat otonomi diletakkan di tingkat provinsi atau diletakkan di tingkat kota kabupaten, karena ini juga akan menyangkut tentang sistem ketatanegaraan kita dan sistem pemilu dan sistem demokrasi kita,” ujarnya.
Alasan Pilkada Tak Langsung
Dalam kesempatan itu Djarot menjelaskan wacana kajian tersebut muncul karena sejumlah alasan, diantaranya sistem demokrasi Indonesia yang disebutnya sudah mengarah ke sistem demokrasi liberal dan tingginya biaya pilkada langsung.
“Untuk perhelatan Pemilu Serentak 2024, negara harus menggelontorkan dana sekitar Rp100 triliun dari APBN untuk penyelenggara pemilu. Di samping negara, para calon kepala daerah pun harus mengeluarkan dana besar,” jelasnya.
Oleh karenanya, Djarot menilai pilkada tidak langsung dapat mengurangi beban pengeluaran negara maupun biaya yang digelontorkan calon kepala daerah untuk perhelatan pilkada langsung.
Djarot mengatakan pengkajian wacana pilkada tidak langsung oleh Badan Pengkajian MPR ditargetkan rampung secepatnya.
“Berarti kita menyiapkan kajian ini untuk periode ke depan supaya kita tidak terjebak terus dengan persoalan-persoalan demokrasi liberal individual seperti saat ini,” katanya.